Senin, 05 Juni 2017

MEMPERBAIKI PEMAHAMAN TENTANG AS-SUNNAH


MEMPERBAIKI PEMAHAMAN TENTANG AS-SUNNAH
Asslamualaikum, wr.wb
            Sunnah menurut istilah syari’at adalah segala sesuatu yang bersumber dari Rasulullah SAW baik dalam bentuk qaul (ucapan), fi’il (perbuatan), taqrir (penetapan), sifat tubuh serta akhlak yang dimaksudkan dengannya sebagai tasyri’ atau pensyariatan bagi umat Islam. Akhir-akhir ini tanpa kita sadari ternyata kita terlalu sering meninggalkan Sunnah Rasulullah. Misalnya seperti Shalat Sunnah Rawatib, shalat berjamaah di mesjid, tadarus, sedekah, menjaga wudhu, menyegerakan solat, dan masih banyak amalan-amalan sunnah yang kita tinggalkan, bahkan mungkin sampai lupa yang mana saja yang termasuk Sunnah Rasulullah. Hal ini tentu ada sebab musababnya. Salah satu penyebab permasalah ini adalah pemahaman yang salah kaprah tentang Sunnah Rasulullah. Pemahaman yang salah kaprah inilah yang mengakibatkan banyak dari kita yang merasa biasa saja ketika tidak melaksanakan Sunnah Rasulullah.
Salah kaprah yang bagaimana?
Kita sadari atau tidak pemahaman kita tentang Sunnah sejak kecil memang sudah salah kaprah. Ketika kita ditanya “apa itu hukum Sunnah?”, maka kebanyakan dari kita akan menjawab “jika dikerjakan akan mendapat pahala, jika tidak, tidak apa-apa”. 
Kata “tidak apa-apa” yang diajarkan oleh orang-orang pendahulu kita yang menjadi sumber masalah. Dengan menggunakan pengertian kata “tidak apa-apa”, maka manusia akan cenderung meremehkan, apalagi ditambah memang mengerjakan amalan Sunnah itu juga menyita waktu, sehingga merasa malas dan lagipula akan aman-aman saja ketika tidak melaksanakan Sunnah. Iya memang tidak berdosa jika tidak melakukan amalah Sunnah, tetapi tentulah kita akan merugi jika mengetahui manfaat dibalik amalan-amalan Sunnah itu.
Apa benar tidak apa-apa jika meninggalkan Shalat Sunnah Rawatib? Padahal Rasulullah telah bersabda “Barangsiapa yang mengerjakan dua belas rakaat Shalat Sunnah Rawatib sehari semalam, maka akan dibangunkan baginya suatu rumah di surga” [HR. Muslim & Tirmidzi].
Apa benar tidak apa-apa jika meninggalkan tadarus / membaca Al Qur’an? Padahal Rasulullah telah bersabda “Bacalah oleh kalian Al Qur’an, karena ia (Al Qur’an) akan datang pada Hari Kiamat kelak sebagai pemberi syafa’at bagi orang-orang yang rajin membacanya” [HR. Muslim].
Apa benar tidak apa-apa meninggalkan shalat berjamaah? Padahal Rasulullah telah bersabda “shalat berjamaah lebih afdhal daripada shalat sendirian sebanyak 27 kali lipat” [H.R Bukhari & Muslim]. Sabda lain dari Rasulullah “sesungguhnya shalat seseorang secara berjamaah dilipatgandakan 25 kali daripada dia shalat di rumahnya atau di pasarnya. Jika dia berwudhu, kemudian dia baguskan wudhunya, dan dia tidak kemesjid kecuali dia hendak shalat, maka dia tidak melangkahkan kakinya kecuali diangkat derajatnya dan dihapuskan dosanya. Dan jika dia shalat maka para malaikat senantiasa mendoakannya selama dia masih tetap di tempat shalatnya dan tidak berhadas. Para malaikat berkata “ya Allah angkatlah derajatnya, rahmatilah dia”, dan dia senantiasa dalam kondisi shalat selama dia menunggu shalat berikutnya”. [H.R Bukhari & Muslim].
Apa benar tidak apa-apa tidak menyegerakan waktu untuk shalat? Abdullah Ibnu Mas’ud RA berkata, “aku bertanya kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, amal perbuataan apa yang paling afdhal?” Beliau menjawab,Shalat tepat pada waktunya.”, aku bertanya lagi, “lalu apa lagi?” Beliau menjawab “berbakti kepada orang tua”, kemudian apa lagi, ya Rasulullah?, Beliau Menjawab, “berjihad di jalan Allah”. [HR. Bukhari].
Apa benar tidak apa-apa jika meninggalkan sedekah? Padahal Rasulullah telah bersabda “baramgsiapa yang menginfaqkan kelebihan hartanya di jalan Allah, maka Allah akan melipatgandakan dengan tujuh ratus kali lipat. Dan barangsiapa yang berinfaq untuk dirinya dan keluarganya, atau menjenguk orang sakit, atau meningkirkan duri, maka mendapatkan kebaikan dan kebaikan sepuluh kali lipatnya. Puasa itu tameng selama ia tidak merusaknya. Dan barangsiapa yang Allah uji dengan satu ujian pada fisiknya, maka itu akan menjadi penggugur dosa-dosanya.” [HR. Ahmad]
Apakah benar tidak apa-apa ketika kita sudah diberikan kesempatan oleh Allah untuk melaksanakan Sunnah yang di dalamnya terdapat banyak sekali keutamaan yang dijanjikan oleh Allah kita melewatkannya begitu saja? Tentu jelas kita akan merugi jika meninggalkan Sunnah dengan berbagai keutamaan besar yang dijanjikan oleh Allah itu. 
Berdasarkan hal itu, marilah dan marilah, kita perbaiki mulai dari pengertian Sunnah itu sendiri, kita rubah menjadi “jika dikerjakan mendapat pahala, jika ditinggalkan maka kita akan menjadi orang-orang yang merugi”. Insyaallah jika pengertian ini dirubah maka diri kita, terutama anak cucu kita kelak akan menjadi orang yang tidak ingin melepaskan kesempatan melakukan amalan Sunnah begitu saja, meski pesona dunia begitu menggoda.

WALLAHU’ALAMMU BISSHAWAB

BUKA HATI, MARI HIJRAH BERSAMA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar