ROM I
GARIS BESAR ISI BUKU
A.
Raja-raja
Kerajaan Majapahit
Pemerintahan pertama kerajaan Majapahit dipimpin
oleh Nararya Sanggramawijaya dengan nama Abhiseka Kertarajasa atau lebih
dikenal dengan Raden Wijaya. Raden wijaya ini juga sekaligus sebagai pendiri
kerajaan Majapahit. Beliau memerintah pada tahun 1294 M menurut Negarakertagama. Raden Wijaya mempunyai
3 istri menurut Negarakertagama, yang
pertama dengan Putri Melayu Dara Petak atau Indreswari dan mempunyai anak
bernama Jayanegara. yang kedua dan ketiga masing-masing adalah anak dari raja
Kertanegara yaitu Tribuwana dan Gayatri dan mempunyai putri dari masing-masing yaitu
Tribuwanatunggadewi dan Rajadewi Maharajasa, atau dikenal sebagai Bhre
kahuripan dan bhre Daha. Putri Melayu Dara Petak merupakan anak dari Raja Melayu
Tribuwanaraja Mauliwarmadewa. Dara Petak dibawa ke Majapahit oleh tentara
Singasari seusai melawan tentara Tartar dengan saudaranya yaitu Dara Jingga.
Setelah Raden Wijaya meninggal pada tahun 1309 M, ia
digantikan oleh anaknya yaitu Jayanegara yang naik takhta pada tahun 1309 M
seperti yang tertera dalam piagam Sida-teka. Tidak lama pemerintahannya
berlangsung ia jatuh sakit. Kemudian pada tahun 1328 M ia dibunuh oleh Tabib
Tanca. Namun Tanca juga berhasil dibunuh oleh Patih Gadjah Mada. Setelah
kematian Jayanegara, Patih Gadjah Mada mengangkat Bhre Kahuripan dan Bhre Daha
untuk menjadi Rani di Majapahit. Namun yang bersedia ialah Tribuwanatunggadewi
atau Bhre Kahuripan. Diselang kedua pemerintahan tersebut terdapat seorang yang
juga besar peranannya dalam kerajaan Majapahit ialah Aditiyawarman.
Aditiyawarman adalah seorang putra dari Dyiah Dara
Jingga yang bersuami “dewa”. Banyak sekali pendapat mengenai Aditiyawarman dan
ayahnya “dewa” ini. Namun bukti yang paling kuat untuk dijelaskan adalah
pengakuan Aditiyawarman sendiri dalam prasasti yang dipahat pada kubur raja
Aditiyawarman, pengakuan tersebut berisi “Adwayawarmamputra
Kana-kemendinindra”, yang berarti raja Suwarnadwipa putra Adyawarman.
Kemudian pada baris 11-13 berisi “Aditiyawarmabupala
Kulicadhara-wamca”, yang berarti raja Aditiyawarman dari wangsa Kulicadhara
atau Indra. Dari pengakuan tersebut jelas bahwasanya yang dimaksud “dewa”
adalah Adyawarman. Adyawarman merupakan seorang mahamantri Singosari yang
mengantar arca Amogapacha kepada raja Melayu. Pada waktu itu raja Melayu adalah
Tribuwanaraja Mauliwarmadewa. Jadi jelas bahwasanya Aditiyawarman adalah
seorang anak dari Putri Dara Jingga dengan mahamntri Singosari Adyawarman.
Hubungan Aditiyawarman dengan kerajaan Majapahit
cukup jelas kiranya. Hal itu didasarkan pada hubungan saudara antara istri
Raden Wijaya yaitu Dara petak yang bersaudara dengan dara jingga yang merupakan
ibu dari Aditiyawarman. Jadi Aditiyawarman merupakan keponakan dari Raden Wijaya
dan sepupu dari Jayanegara. Sebagai keponakan dari raden wijaya, ia mendapat
tempat yang tinggi di Majapahit. Pada saat masa patih Gadjah Mada, Majapahit
menjadi kerajaan yang sangat kuat, kemudian timbul gagasan untuk memperluas
wilayah Nusantara dibawah pimpinan Majapahit. Hal itu dibuktikan dengan adanya
“Sumpah Palapa” atau “Sumpah Nusantara” oleh patih Gadjah Mada. Sumpah tersebut
berisi “ Lamun huwus kalah nusantara,
isun amukti palapa, lamun kalah ing gurun, ring seran rin tanjung pura, ring
haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun
maukti palapa”. Yang artinya “ kalau nusantara telah tunduk, saya baru akan
beristirahat. Kalau gurun (Lombok), Seran (seram), Tanjungpura (Kalimantan),
Haru (Sumatra utara), Pahang (Malaya), Dompo, Bali, Sunda, Palembang, dan
Tumasik (Singapura) telah tunduk, pada waktu itu saya akan beristirahat.
Dalam misi
politik itu, Aditiyawarman mendapat perintah untuk pergi kesumatra untuk
merebut kembali daerah penghasil lada yaitu Minangkabau yang berada pada
kekuasaan kesultanan Aru atau Barumun. Dalam Negarakertagama, Dibawah pimpinan
Aditiyawarman Majapahit berhasil menguasai banyak daerah disumatra, diantaranya
adalah Palembang, Jambi, dan Minangkabau, termasuk juga kesultanan Kuntu atau
Kampar yang merupakan bawahan dari kesultanan Aru. Ekspedisi Majapahit kedaerah
barat dilakukan secara besar-besaran dan dipimpin langsung oleh patih Gadjah Mada.
Dari pararton dan kitab sundayana, patih Gadjah Mada berhasil
melawan tentara Sunda dalam perang bubat.
Dalam usahanya
menaklukkan Negara Islam Samudra Pasai, Majapahit mengalami kegagalan,. Akibat
dari hal tersebut aditiyawarman yang sudah meninggi kepercayaan dirinya setelah
berhasil menaklukkan kesultanan kuntu pada tahun 1339 M membangkang terhadap Majapahit
dan mendirikan kerajaan sendiri di Pagarrujung dengan julukan crimat
Udayaditiyawarman. Ia tidak lagi tunduk kepada kerajaan Majapahit, ia
mendirikan dinasti baru yaitu dinasti Kulichadara atau dinasti Indera. Setelah
raja Jayanegara wafat ia digantikan oleh saudara sepupunya yaitu Tribuwanatunggadewi.
Karena penghianatan Aditiyawarman, simpati rakyat menurun terhadap Dara Petak
sebagai saudara dari ibu Aditiyawarman yaitu Dara Jingga.
Pada tahun
1409, raja Majapahit yang pada saat itu adalah Wikramawardhana mengirim
ekspedisi ke sumatera untuk merebut kerajaan Aditiyawarman. Pertempuran terjadi
antara tentara Majapahit dengan tentara pagarrujung di Padang Sibusuk. Tentara Majapahit
berhasil dipukul mundur, namun bersamaan dengan itu pusat kota diserang oleh kaum
adat yang beragama Islam, mereka membalas dendam, namun mereka tidak berhasil
memusnahkan dinasti indera. Otomatis pemerintahan menjadi kocar-kacir, pada
tahun 1513 M kekuasaan itu dipersatukan kembali oleh Putra sultan Aceh yang
bernama Burhanudin Syah. Sejak saaat itu berakhirlah dinasti indera yang
didirikan Aditiyawarman.
Setelah
pemerintahan Tribuwanatunggadewi, raja Majapahit berikutnya adalah Hayam Wuruk.
Ia adalah anak dari Tribuwanatunggadewi hasil pernikahnnya dengan Kertawardana.
Dalam berita negrakertagama sehabis
pasundan bubat berahir pada tahun 1357 M, Hayam Wuruk menikah dengan putri bhra
Paramesawara, paduka Sori. Dari perkawinannya tersebut lahir seorang putri
bernama kusumawardhani. Dari berita di pararaton
dikabarkan bahwa Hayam Wuruk juga mempunyai seorang anak dari selirnya yang
bernama Wirabhumi. Karena Wirabhumi mrupakan anak dari seorang selir, maka yang
naik takhta kerajaan Majapahit selanjutnya adalah kusumawardhani.
Kusumawahrdani yang menikah dengan Wikramawardhana, otomatis memimpin kerajaan Majapahit.
Dari hal itulah timbullah perselisihan demi memperebutkan kekuasaan. Pada tahun
1400 M Wikramawardhana berhenti menjadi raja dan memilih menjadi pendeta dan ia
digantikan oleh prabu stri. Prabu stri ini belum jelas apakah Kusumawardhani
ataukah anak mereka dewi Suhita. Namun jika dilihat dari peristiwa perang
paregreg yaitu perang antara Majapahit dan blambangan pimpinan Wirabhumi
terdapat fakta yang cukup menjelaskan. Dewi suhita yang menikah dengan Hyang
Parameswara dari kahuripan tidak memimpin saat itu, karena Hyang Parameswara
pada saat perang paregreg membantu Wirabhumi. Jadi cukup jelas bahwasanya yang
dimaksud dengan Parbu stri adalah kusumawardhani. Dari perang tersebut Wirabhumi
melarikan diri dan berhasil ditangkap dan dipenggal kepalanya oleh bhre
narapati.
Setelah
perang paregreg berakhir, tampuk kepemimpinan Majapahit kembali dipegang oleh
wikramawardhana dan prabu stri sampai tahun 1427 M. setelah itu diangkatlah
putrid Suhita sebgai rani Majapahit. Namun menurut pararaton pada tahun 1437 M
brhe daha yang diyakini merupakan anak dari Wirabhumi hasil perkawinannya
dengan brhe lasem sang “alemu” menduduki tahta Majapahit. Pendudukan brhe daha
ini dijadikan sebagai ajang balas dendam olehnya, terbukti dengan
dipersalahkannya brhe Narapati atas kematian Wirabhumi. Pendudukan brhe Daha
ini cukup membingungkan mengingat pada tahun 1427 M Suhita telah diangkat
menjadi rani Majapahit. Dalam berita Tionghoa yang berasal dari klenteng Sam Po
Kong di Semarang, Gang Eng Tju dipindahkan dari kepala pelabuhan dimanila ke
tuban. Atas jasa-jasanya ia diberi gelar “a-lu-ya” yakni arya yang diberikan
oleh raja Su-king-ta. Raja yng memrintah pada tahun 1427-1447 M. tentu sudah
dapat disimpulkan bahwa su-king-ta tersebut adalah rani Suhita. Jadi dengan bukti
itu pemerintahan brhe Daha adalah hanya merupakan pemerintahan selingan dari
keturunan Wirabhumi.
Pernikahan
antara Hyang Parameswara dengan rani Suhita tidak memperoleh keturunan, jadi
yang diangkat menjadi raja setelah mangkatnya Rani Suhita adalah Kertawijaya
dan Tumapel. Keduanya adalah anak dari Wikramawardhana yang merupakan hasil
dari perkawinan dengan selir. Sejak itulah tampuk kekuasaan Majapahit dipimpin
bukan oleh keturunan raden wijaya. Setelah kertawijaya mangkat, ia digantikan
oleh raja-raja yang kurang begitu terkenal antara lain adalah brhe Pamotan Sang
Sinagara sampai tahun 1453, hyang Purwawisesa selama tiga tahun, Pandan Alas
yang merupakan keturunan brhe Tumapel, setelah pemerintahan pandan alas III
dalam negarakertagama tidak
dijelaskan siapa raja berikutnya, namun hal itu dijelaskan pada prasati Jiyu,
yang menguraikan bahwa raja Majapahit adalah Singawardhana. Raja terakhir dari
kerajaan Majapahit sebelum jatuh ketangan Penembahan Jimbun atau raden Fatah
adalah kerthabumi. Nama kerthabumi juga dijadikan sebagai sangkakala dalam keruntuhan
Majapahit yaitu Sirna Ilang Kertaning Bumi yang berarti tahun 1400 saka atau
1478 M.
Setelah Majapahit ketanangan Jimbun
atau raden Fatah, periode ini dikenal sebagai Post-period diamana ada dua raja yng menguasai Majapahit utusan
dari Jimbun. Raja yang pertama adalah orang Tionghoa yang bernama Njoo Lay Wa.
Namun ia hanya berkuasa sebentar pasalnya orang-orang Majapahit tidak suka
dipimpin oleh orang cina, akhirnya pada tahun 1486 ia dibunuh. Jinbun yang
sadar akan hal itu kemudian menunjuk Sri Girindrawardhana yang merupakan
keturunan dari raja Singawardhana.ia
memerintah sampai tahun 1527, selama empat puluh tahun karena ia sering
melakukan hubungan dagang dengan orang-orang Portugis di Malaka yang merupakan
musuh sultan Demak dalam persaingan dagang dan perebutan kekuasaan, maka untuk
yang kedua kalinya Demak menyerang Majapahit dengan dipimpin oleh Toh A Bo atau
Sunan Gunung Jati yang merupakan anak dari pengeran Trenggana atau Tung Ka Lo.
Setelah kejadian itu hancurlah Majapahit.
B.
Latar
Belakang Imigrasi Etnis Tionghoa Ke Indonesia
Pada
sumber berita Tionghoa memberitakan bahwa etnis Tionghoa yang pertama kali
mengunjungi pulau Jawa adalah Fa-hien yang merupakan pendeta Tionghoa dalam
perjalanannya ke India. Kunjungan tersebut diuraikan dalam bukunya yang
berjudul Fahueki. Kunjungannya
berlangsung pada tahun 399 sampai 414 M. pada abad ke 7 menurut pendeta I-tsing
hanya pendeta agama budha yang ingin pergi ke India yang mengunjungi Sriwijaya.
Hubungan yang terjalin dalam hal ini adalah hubungan dagang pasif yaitu barang
dagangan orang Tionghoa dijualkan dan orang Tionghoa hanya menunggu di
pelabuhan Kanton tidak ikut berdagang dan menetap. Sesudah abad ke-8
terbentuklah kerjasama dagang antara etnis Tionghoa dan kerajaan Sriwijaya dan
kerajaan-kerajaab di Sumatra. Hal itu terbukti pada tahun 1082 Sun Chiang yang
seorang wakil kepala pengangkutan dan urusan dagang pemerintahan Yuan Fong
menerima surat dari raja Chanpei (Jambi) yang berisi penyerahan kekuasaan untuk
mengawasi urusan Negara San-fo-ts’i.
Semenjak itulah banyak pedagang-pedagang Tionghoa
yang melakukan hubungan dagang ke Indonesia dan menetap. Pada permulaan abad ke
15, disaaat pemerintahan kisar Yung lo, laksamana Cheng Ho melakuakan kunjungan
ke Asia Tenggara. Ia banyak menemui pedagang Tionghoa yang menetap. Pada tahun
1407, setelah membebaskan Palembang dari kerusuhan dan perampokankan Hokkian,
laksamana Cheng Ho mendirikan perkampungan Tionghoa di Palembang. Setelah itu
ia melakukan ekspedisi pertamanya yaitu ke Samudra Pasai untuk melakukan
hubungan dagang dan Politik. Disana ia bertemu dengan Sultan Zainal Abidin
Bahian Syah. Lambat laun banyak orang Tionghoa yang juga melakukan hubungan
dengan orang-orang di Samudra Pasai. Banyak dari mereka yang kawin dengan
wanita isana, sehingga banyak keturunan Tionghoa disana. Menurut G. W Skinner
sebelum abad ke 19, imigran Tionghoa hanya laki-laki saja, mereka menikah
dengan wanita pribumi. Baru pada pertengahan abad ke-19 dan 20 imigran wanita
pun juga datang ke Indonesia. Sejak saat itulah emigrasi orang-orang Tionghoa
sangat pesat sekali.
Etnis Tionghoa ini sangat penting untuk dipelajari,
karena nantinya dalam pembahasan, akan banyak ditemui hal yang menarik. Salah
satunya adalah para tokoh yang berperan dalam penghancuran kerajaan Majapahit
dan pendirian Negara Islam Demak adalah merupakan Keturunan orang Islam Tionghoa.
C.
Kemerosotan
Kerajaan Majapahit
Sepeninggal
patih Gadjah Mada, kerajaan Majapahit mengalami kemunduran. Patih Gadjah Mada
merupakan seorang patih yang berhasil membawa Majapahit ke dalam kegemilangan.
Program politik sumpah nusantara yang digagasnya dapat ia laksanakan. Ia
merupakan patih yang sangat disegani. Pada masa kegemilanagan atas jasa Patih
Gadjah Mada, Majapahit mampu menguasai semua jalur perdagangan baik di darat
maupun di laut. Oleh karena itu Majapahit mampu meningkatkan kesejahteraan
rakyatnya. Dalam Negarakertagama digambarkan
betapa agungnya Majapahit saat itu. Hamper semua isi dari Negarakertagama memberitakan bahwa pada saat patih Gadjah Mada
memimpin Majapahit mencapai keagungan yang sangat luar biasa. Sepeninggal
Gadjah Mada, pada saat pemrintahan Hayam Wuruk, dalam Negarakertagama pupuh 71 diberitakan bahwa prabu Hayam Wuruk sangat
berduka cita atas kematian Patih Gadjah Mada. Ia memanggil dewan pertimbangan
agung yang terdiri dari keluarga raja yang pada saat itu diantaranya adalah
Tribuwanatunggadewi, Sri Kertawardhana, brhe Daha dan suaminya Raja Wengker,
brhe Lasem dan Rajasawardhana. Dalam rapat tersebut tidak ditemukan pengganti
yang memang sepadan dengan patih Gadjah Mada.jadi prabu Hayam Wuruk memutuskan
untuk membentuk cabinet baru tanpa adanya seorang Patih. Baru sekitar tahun
1367 M diangkatlah Gadja Enggon sebagai Patih.
Setelah
prabu Hayam Wuruk Mangkat pada tahun 1389, ia digantikan oleh menantunya yaitu
Wikramawardhana, suami dari Kusumawardhani. Kusumawardhani berhak menerima
tahta sebab tidak ada lagi anak yang memang dari keturunan permaisuri dari
Hayam Wuruk. Sebenarnya ada anak laki-laki Hayam Wuruk yaitu Bhre Wirabhumi,
namun karena ia hanya dilahirkan dari seorang selir, jadi ia tidak berhak menerima
tahta kerajaan. Karena saling ingin memegang kekuasaan Majapahit, terjadilah
perselisihan diantara keduanya. Bhre Wirabhumi memerintah kerajaan sendiri di
Blambangan. Akhirnya selama 3 tahun berselisih, pada tahun 1404 M terjadilah
perang saudara antara Wikramawardhana dari Majapahit dengan Brhe Wirabhumi dari
blambangan. Perang tersebut dikenal sebagai perang Paregreg. Meskipun Bhre Wirabhumi
berhasil dikalahkan, namun perang tersebut membawa kemerosotan bagi ekonomi dan
politik kerajaan Majapahit. Perang paregreg ini merupakan awal dari perang
saudara yang terjadi di Majapahit.
Pada
tahun 1427 Wikramawardhana mangkat dan digantikan oleh Putrinya yaitu Suhita.
Disela-sela pemerintahannya terdapat pemerintahn selingan dari keturunan Bhre Wirabhumi
pada tahun 1437 M. kekuasaan tersebut dijadikan sebagai ajang balas dendam atas
kekalahan ayahnya pada perang Paregreg dan juga atas terbunuhnya ayahnya oleh
Brhe Narapati. Hal ini terbukti pada saat pemerintahnnya Bhre narapati
dipersalahkan atas kematian Bhre Wirabhumi. Setelah kematian Rani Suhita pada
tahun 1447 M, tahta kerajaan Majapahit menjadi ajang perebutan antar keluarga Majapahit.
Raja-raja yang memimpin setelah Rani Suhita Mangkat antara lain yaitu Sri
Kertawijaya tahun 1447 sampai 1451 M, Bhre Pamotan Sang Sinagara dari tahun
1451 sampai 1453 M, Hyang Purwawisesa dari tahun 1456 sampai 1466 M, Brhe
pandan Salas dari tahun 1466 sampai 1468 M, Singawardhana dari tahun 1468 sampai
1474 M, dan raja terakhir Majapahit yaitu Kerthabumi selama 4 tahun.
Disamping
itu pula datanglah orang-orang Tionghoa yang memang berlayar untuk memperluas
kerajaan mereka dan memperkaya mereka. Banyaknya orang-orang Tionghoa yang datang
ke Nusantara membuat para raja-raja Majapahit memperistri wanita-wanita Tionghoa,
antara lain adalah raja Wikramawardhana yang menikah dengan putri cina dan
melahirkan Swan Liong atau Arya Damar. Selain itu juga raja Kertabhumi yang
menikah dengan putri china melahirkan Jin Bun atau Raden Fatah. Para keturunan Tionghoa
inilah yang menjadi penghancur kerajaan Majapahit.
Pada
saat itu terdapat panglima Cheng Ho yang datang ke Nusantara dan berhasil
merebut Pelabuhan di Palembang. Panglima Cheng Ho datang ke Nusantara dengan
membawa orang-orang tiongkok Islam yang berasal dari Yunan. Salah satunya
adalah Bong Swing Hoo atau Raden Rahmat atau Sunan Ampel. Di Palembang Panglima
Cheng Ho membentuk perkampungan Islam Tionghoa. Untuk memperluas kekuasaannya
panglima Cheng Ho menugaskan Bong Tak Kek untuk mengawasi perkembangan
masyarakat Islam di Asia tenggara. Dalam perluasan hubungan dagang, Bong Tak
Kek memerintahkan Gang Eng Cu untuk menjadi kapten di Tuban dan Bong Swing Hoo
di bangil. Hampir di setiap pelabuhan dagang milik Majapahit hampir semuanya
telah dikuasai oleh orang Tionghoa.
Pada
tahun 1424 resmi diadakan hubungan dagang anatara Majapahit dengan Tiongkok. Ma
Hong Fu yang menjadi menantu Bong Tak Kek ditugaskan untuk menjadi duta besar
di Majapahit. Namun tidak lama dia kemudian dipulangkan. Baru pada tahun 1475
diangkat kembali duta Tionghoa untuk Majapahit yaitu Kin San. Kin San atau
Raden Kusen adalah adik tiri dari Jin Bun. Kin San adalah anak dari Swan Liong
yang menikah dengan istri raja Kerthabumi yang dihadiakan kepadanya. Jadi Jin
Bun dan Kin San mempunyai satu ibu. Kin San berhasil mengambil hati raja
Kertabhumi, maksud dari penempatan Kin San di internal Majapahit tidak lain
adalah peremukan Majapahit dari dalam.
Orang-orang
Tionghoa ingin meruntuhkan kekuasaan Majapahit dan menggantinya dengan
kekuasaan baru di Jawa yaitu kerajaan Islam. Para orang Tionghoa melakukan
strategi pendekatan dari dalam internal Majapahit, misalnya saja Swan Liong
yang mendapat gelar Arya sebagai jasanya terhadap Majapahit, nama Jawanya
adalah Arya Damar, dan Jin Bun mendapat gelar pangeran. Akibat mendapat gelar
tersebut, Jin Bun dengan tenang tanpa adanya kecurigaan terhadapnya untuk
membuka hutan Bintara menjadi pemukiman. Padahal rencana tersebut digunakan untuk
menghancurkan Majapahit.
Sehingga
saat itupun tiba, pada tahun 1478 Bong Swing Hoo atau raden rahmat meninggal.
Sebelum meninggal beliau menasehati Jin Bun agar jangan sekali-kali menggunakan
kekrasan terhadap Majapahit, karena Majapahit tidak pernah mengganggu
penyebaran agama Islam. Namun pesan itu diindahkan oleh Jin Bun, Jin Bun
kemudian menyerang Majapahit secara mendadak. Majapahit yang tidak mengira akan
penyerangan itu, tidak bisa mempertahankan kerajaan. Raja Kertabhumi dibawa ke Demak
beserta segala harta dan pusaka yang berharga milik Majapahit. Akhirnya Majapahit
menyerah tanpa adanya perlawanan. Namun Majapahit tidak mengalami kerusakan
sedikitpun juga di Demak raja Kertabhumi diPerlakukan secara hormat karena ia
adalah ayah dari Jin Bun.
Setelah
itu Jin Bun mengangkat Girindrawardhana untuk menjadi raja bawahan Demak. Majapahit
masih bertahan sekitar 49 tahun pada masa pemerintahnnya. Namun karena ia
mengadakan hubungan dengan orang-orang Portugis yang merupakan musuh utama dari
Kerajaan Demak, maka pada tahun 1527 M kerajaan Majapahit di bumi hanguskan
oleh tentara Demak yang dipimpin oleh anak sultan Trenggana yaitu Toh A Bo atau
Sunan Gunung Jati.
D.
Kerajaan-kerajaan
Islam Pertama di Indonesia
Jalur perdagangan dari tiongkok ke India telah
ada sebelum pelabuhan Malaka ada. Menurut catatan pendeta I-tsing “ I-tsing
berangkat dari Tanmoloti (Tamluk) menuju ke Kaca (kedah). Kemudian ia dengan
menumpang perahu raja menuju ke arah selatan menuju ke pelabuhan Melayu yang
menjadi bagian dari Fo Shin (sriwijaya). berdasarkan catatan I-tsing tersebut
tidak disebutkan nama pelabuhan Malaka. seiring dengan berjalannya waktu,
sebelum abad ke 15 dipantai timur Sumatra terdapat kota-kota pelabuhan yang
menjadi tempat singgah dari pedagang yang nantinya menjadi Negara-negara yang
cukup kuat.
Pada
akhir abad ke 12 dipantai timur Sumatra terdapat Negara Islam pertama bernama Perlak.
Negara tersebut didirikan oleh pedagang arab yang menikah dengan putri pribumi
keturunan raja Perlak sebelumnya. Dari perkawinannya tersebut dilahirkan
seorang yang bernama Sayid Abdul Aziz. Sayid Abdul Aziz merupakan keturunan
Arab Sayid dan Putri Marah dari Perlak. Ia menjadi sultan pertama di kesultanan
Perlak, dan berubah nama menjadi Sultan Alaiddin Syah. Hal itu tidak terlepas
dari sokongan para pedagang asing yang menganut Islam syi’ah dan akhirnya ia
pun berhasil merebut kekuasaan Perlak dari keturunan asli Marah. Ia memerintah mulai
dari tahun 1161 sampai 1186.
Karena
Sayid Abdul Aziz bukan keturunan asli Marah, terjadilah perebutan kekuasaan
antara keturunan Sayid Abdul Aziz dengan keturunan asli Marah sejak
pemerintahan sultan Alaidin Munghayat Syah. Perebutan kekuasaan tersebut
dimenangkan oleh keturunan asli Marah Perlak. Yang menjadi sultan ialah Mahdum
Alaidin Abdul Kadir Syah. Namun ia berkuasa hanya sekitar 4 tahun. Tampuk
kekuasaan diambil alih oleh seorang ulam bernama Malik aabdul kadir. Setelah ia
mangkat tahta kerajaan Perlak diwariskan kepada anaknya yaitu Abdul Malik Syah.
Pada masa ini terjadi kembali perebutan kekuasaan. Perebutan kekuasaan ini
motif utamanya adalah perebutan hasil lada yang dikuasai oleh sultan Perlak dan
diekspor melalui Bandar Perlak. Menurut musafir arab dan Tionghoa, pada abad ke
9 di Aceh sudah terkenal dengan tanaman lada tersebut. Akibat perebutan
kekuasaan tersebut kesultanan Perlak menjadi dua yaitu Perlak Baroh yang
dipimpin oleh keturunan Marah yaitu Alaidin Mahmud Syah dan Perlak Tunong yang
dipimpin oleh Mahdum Alaidin Malik Ibrahim dari keturunan sayid Aziz. Namun
pada masa Alaidin Malik Ibrahim Syah kesultanan Perlak dipersatukan kembali.
Namun akibat perebutan kekuasaan tersebut kesultanan Perlak menjadi melemah dan
mengalami banyak kemunduran. Sehingga banyak pedagang yang tidak lagi singgah
di Perlak.
Selain
kesultanan Perlak juga ada kesultanan lain yang didirikan oleh dinasti Fatimiyah
di Mesir pada tahun 1128 yaitu kesultanan Pasai. Latar belakang pendirian
kesultanan Pasai oleh dinasti Fatimiyah adalah untuk menguasai perdagangan
rampah-rampah dipantai timur Sumatra. Pasai dijadikan pelabuhan utama
pengekspor lada. Pada tahun 1168 kesultanan Pasai dipimpin oleh Laksamana
Kafrawi Al-Kamil. Namun kekuasaan tersebut berhasil direbut oleh Laksamana
Johan Jani pada tahun 1204. Kesultanan Pasai pun menjadi lebih kuat.
Keruntuhan
dinasti Fatimiyah di mesir akibat serangan dari shalahudin memunculkan dinasti
baru yaitu dinasti mamuluk. Dinasti ini juga ingin menguasai perdagangan
rempah-rempah. Oleh karena itu pada tahun 1284 dinasti Mamaluk mengirim Syaikh
Ismail dan Fakir Muhammad ke pantai barat India untuk menghilangkan pengaruh
Syi’ah dan sekaligus merebut Pelabuhan Pasai. Sesampainya di Samudera Pasai,
mereka bertemu dengan Marah Silu seorang tentara Pasai. Mereka berhasil membujuk
Marah Silu untuk masuk Islam Aliran Syafi’i. dengan bantuan dinasti Mamaluk di
Mesir, Marah Silu ditabalkan menjadi Sultan di Negara Samudera dengan Julukan Malikul
Saleh. Kesultanan Samudra merupakan Tandingan dari Kesultanan Perlak dan Pasai.
Pada
tahun 1285 terjadi perang segi empat antara Muhammad Amin dari Perlak, Yusuf
Kayamudin dari Temiang dan dua lainnya adalah kerjasama antara Dinasti Mamaluk
dan Golongan Marah silu dari kesultanan Samudera untuk memperebutkan kesultanan
Pasai. Akhirnya kerjasama dinasti Mamaluk dan Golongan marah Silu lah yang
berhasil menguasai Pasai. Marah silu atau Sultan Malikul Saleh diangkat menjadi
sultan di Negara samudera Pasai oleh Syaikh Ismail. Ada tiga pertimbangan
Syaikh Ismail mengangkat Malikul Saleh sebagai sultan. Pertama adalah dinasti
Mamaluk memerlukan orang kuat asli menganut madhzab Syafi’I, kedua Malikul
Saleh dianggap mampu untuk memusnahkan aliran syi’ah, dan yang ketiga yaitu
dinasti Mamaluk berharap Malikul Saleh sanggup untuk mengambil alih perdagangan
lada dari para pedagang arab, Gujarat dan Persia.
Sultan
malikul Saleh menikah dengan putri Perlak Gangga Sari. Ia mendapatkan dua putra
yaitu Mohammad dan Abdullah. Pada masa Malikul saleh samudera Pasai menjadi
pusat perdagangan di pantai timur sumatera bagian utara. Di masanya juga
samudera Pasai mendapat kunjungan dari pengarang Marcopolo dalam perjalannya
dari Tiongkok menuju Persia pada tahun 1292. Setelah sultan Malikul Saleh wafat
ia digantikan oleh putranya Muhammad yang mendapat julukan Sultan Maliku Tahir.
Anak satunya dari Malikul Saleh mendirikan kerajaan sendiri yang diberi nama
kesultanan Aru Barumun yang menganut aliran Syi’ah. Sultan Malikul Thahir
memerintah sampaiu tahun 1326, kemudian digantikan Sultan Ahmad Bahian Syiah
Malikul Thahir. Pada masa ini Samudera Pasai kembali mendapat kunjungan, kali
ini oleh Ibnu Batutah dalam perjalannya menuju ke Tiongkok. Kunjungan tersebut
berlangsung pada tahun 1345. Setelah Sultan Ahmad Bahian Syah Malikul Thahir
mangkat, ia digantikan oleh sultan Zainal Abidin Bahian Syah. Pada akhir
pemerintahnnya Samudera Pasai mendapat penyerangan dari kerajaan Majapahit.
Setelah
kemunduran kesultanan Samudera Pasai, tampillah kerajaan Malaka yang memegang
perdagangan. Malaka dibangun oleh Prameswara, ia adalah seorang raja dari
Tumasik yang melarikan diri karena takut akan serangan balasan raja Pahang yang
datang ke Tumasik dengan armadanya untuk membalaskan dendam adiknya yang
dibunuh oleh Parameswara. Dalam waktu singkat Malaka menjadi kekuasaan Parameswara.
Pada tahun 1403 pada saat seluruh Tiongkok dikuasai oleh kaisar Yung-Lo dari
rajakula Ming. Ia berusaha untuk menjalin hubungan politik dan dagang diluar
negeri. Oleh karena itulah ia mengirimkan utusan ke Asia Teggara. Utusan
pertamanya adalah laksamana Yin Ching. Ia singgah di Malaka, Parameswara yang membutuhkan
perlindungan kekuatan yang lebih besar dengan serta merta mendekati laksamana
Yin Ching dan minta supaya diakui oleh kaisar tiongkok bahwa ia adalah penguasa
Malaka. Parameswara yang diakui, memberikan bunga emas sebanyak 40 tahil kepada
laksamana Yin Ching.
Pada
tahun 1405 M, raja Parameswara mengirim utusan kei stana Peking untuk
mendapatkan pengakuan langsung dari kaisar Yung-Lo. Utusan tersebt diberi
sebuah cap, pakaian dari kain sutra dan pajong kuning sebagai bukti bahwa Malaka
telah diakui. Pengakuan tersebut tidak membuat Siam menyurutkan niatnya
menyerang Malaka. pada tahun 1409 M armada Tiongkok datang dibawah pimpinan
laksamana Cheng Ho untuk memberitahukan kepada siam bahwa Tiongkok benar-benar
bersahabat dengan Malaka. sejak itulah Siam tidak berani lagi menyerang Malaka.
Dua tahun kemudian giliran Parameswara yang mengunjungi Tiongkok, kunjungan
tersebut disambut meriah oleh kaisar. Semenjak itulah hubungan Tiongkok dengan Malaka
menjadi lebih erat.
Berkat
hubungannya tersebut, Malaka semakin bertambah kuat. Parameswara mulai
menyempurnakana pelabuhan Malaka demi kesejahteraan rakyat. Pada tahun 1409 M Malaka
telah menjadi Bandar raya. Letak pelabuhan yang strategis membuat kapal dagang
yang berlayar dari laut Cina berbelok ke kanan dan singgah di Malaka. system
pelayaran yang masih menggunakan angin, membuat banyak pedagang yang singgah
cukup lama di Malaka. para pedagang tersebut mendapat kesempatan untuk membeli
barang-baranag dari cina, india dan Indonesia khususnya rempah-rempah.
Pada
tahun 1414, raja Parameswara menikah dengan putri kerajaan Pasai yaitu Megat
Iskandar Syah. Atas bujukan istrinya parameswara kemudian masuk Islam aliran
syafi’i. atas masuknya Islam raja parameswara banyak rakyat yang juga masuk Islam.
Agama Islam sangat berkembang dan tumbuh subur di Malaka. sebagai kota dagang
yang ramai dikunjungi pedagang asing, Malaka memberikan kesempatan pedagang
asing untuk membuka perwakilan dagang di Malaka. selain untuk memperoleh
keuntungan dari hasil dagangannya banyak dari pedagang tersebut yang belajar
menganai Islam. Tidak jarang pula dari mereka yang kawin dengan wanita-wanita Malaka
yang beragama Islam. Akibatnya banyak pedagang yang memeluk agama Islam.
Pada
tahun 1424 Parameswara mangkat dan digantikan oleh anaknya yaitu Muhammad Syah.
Raja Muhammad syah mendapat gelar Sri Maharaja. Ia mendapat gelar itu karena ia
mengaku bahwa ia adalah keturunan dinasti syailendra di sriwijaya. setelah ia
mangkat, ia digantikan oleh anaknya yaitu Sri Parameswara Sewa Syah. Namun ia
hanya memimpin selama dua tahun, ia berhasil dibunuh oleh raja Kasim yang
dicalonkan sebagai sultan Malaka oleh golongan Tamil. Pada masa pemerintahannya
lah terdapat orang kuat yang membawa Malaka pada puncak kejayaannya. Ia adalah Tun Perak, pada masa pemerintahan
Sultan Mansyur Syah, ia yang sebagai bendahara pemerintahan merencanakan
penyerbuan terhadap Pahang. Pahang adalah daerah kaya raya terutama emas dan
timah. Dengan mengusai Pahang akan membuat Malaka semakin kuat. Setelah keberhasilan
menundukkan Pahang, Tun Perak melanjutkan aksinya denga menundukkan daerah
sekitar Malaka, sehingga otomatis semua akses jalur menuju Malaka akhirnya
dikuasai oleh Malaka. semenjak itulah Malaka mencapai puncak kegemilangannya.
Pada masa sultan Alauddin Ri’ayat syah, Malaka berhasil menguasai Malaya dan
selat Malaka sepenuhnya telah dikuasai oleh pelabuhan Malaka. karena
kegemilangannya dalam menguasai jalur perdagangan itulah rakyat menjadi tentram
dan sejahtera. Malaka mengalami kemundurannya pada saat masa sultan Mahmud Syah
pada tahun 1488-1528 keruntuhan tersebut tidak lain tidak bukan adalah karena
serangan dari tentara Portugis terhadap Malaka.
E.
Pembentukan
Negara Islam Demak
Setelah
Jin Bun atau Raden Fatah berhasil meruntuhkan Negara Hindu Jawa Majapahit,
dengan segera ia melakukan penyempurnaan terhadap Negara Islam Demak. Ia mulai
membangun Negara Demak pada tahun 1475 M. ia tidak ingin menjadikan Majapahit
sebagai pusat pemerintahannya, ia lebih berfokus pada pembentukan Negara Islam Demak
yang ibukotanya Demak.
Pada
tahun 1474 ketika ia dalam perjalanannya menuju Majapahit ia singgah di Semarang,
ia singgah di sebuah masjid milik etnis Tionghoa yang didirikan oleh masyarakat
Islam Tionghoa. Namun ketika ia mengunjungi masjid tersebut kembali masjid
tersebut telah berubah menjadi Klenteng yang bernama klenteng Sam Po Kong. Jin
bun berdo’a agar suatu saat nanti ia diberi kesanggupan untuk membangun masjid
yang nantinya tidak akan diubah menjadi klenteng kembali. Al hasil setelah ia
mencapai kegemilangan karena telah meruntuhkan kekuasaan Majapahit, ia teringat
akan janjinya untuk membangun sebuah masjid. Akhirnya ia pun membangun masjid
sebagai tanda syukur kepada Allah atas kegemilangan yang telah diperolehnya.
Masjid tersebut sekarang adalah masjid Semarang. Namun Jin Bun tidak
menghancurkan klenteng yang berasal dari masjid tersebut, karena ia masih membutuhkan
bantuan etnis Tionghoa tersebut meskipun bukan orang Islam lagi.
Dalam
usahanya memperluas kekuasaan dan kejayaannya, Jin Bun mempunyai rencana untuk
membangun kota Semarang sebagai kota dagang. Ia memberikan kekuasaan di Semarang
kepada saudara tirinya yaitru raden kusen. Namun raden kusen harus mampu
membangun semaranng menjadi kota pelabuhan. Untuk melaksanakan tugas berat itu
Kin San mengangkat Gan Si Cang yaitu putra dari Gang Eng Cu alias Arya Teja
untuk menggerakkan tenaga kerja orang-orang Tionghoa. Gan Si cang bukanlah
orang Islam. Penunjukannya sebagai kapten cina sangat tepat karena sebagian
besar masyarakat Tionghoa di Semarang bukan Islam. Untuk menjadikan Semarang
sebagai kota pelabuhan, maka Gan Si Cang menggerakkan tukang kayu Tionghoa
untuk membuat kapal kayu. Semarang dipersiapkan untuk menjadi kota pelabuhan
yang jalur perdagangan rempah-rempah di Jawa.
Setelah
kota Semarang sukses menjadi kota pelabuhan yang banyak disinggahi kappal-kapal
dagang, keuntungan yang diperoleh dari hal itu dijadikan untuk pembangunan ibu
kota Negara Islam Demak. Negara Islam Demak merupakan Negara Islam yang
sebagian besar penduduknya adalah etnis Tionghoa, golongan inilah yang
menguasai perdagangan di Semarang. Orang-orang Jawa hindu Jawa kurang begitu
diperhatikan dalam kehidupannya. Negara Islam Demak yang letaknya sangat
startegis, menghadap kel aut dan dibelakangnya tumbuh hutan yang begitu subur.
Membuat pelabuhan Negara Islam Demak menjadi pelabuhan yang ramai dikunjungi
pedagang dari berbagai Negara. Meskipun letaknya tidak pada jalur pelayaran
tiongkok ke india, namun karena perdagangan rempah-rempah dari Maluku sepenuhnya
dikuasai oleh pelabuhan Semarang maka banyak kapal yang memang langsung menuju
pelabuhan Semarang sebagai pelabuhan dari Negara Islam Demak. Pelabuhan Semarang
menjadi tandingan dari pelabuhan di Malaka.
Setelah
mampu menyempurnakan Semarang menjadi kota pelabuhan yang banyak dikunjungi
pedagang asing, Jin Bun juga merencanakan untuk penyempurnaan masjid Agung Demak
yang telah ia bangun sejak ia membuka hutan bintara, namun karena masjidnya
sangat sederhana maka Jin Bun merasa perlu untuk disempurnakan untuk upaya
pembesaran Negara Islam Demak. Pada saat itu kapten China Gan Sin Cang di Semarang
menyampaikan permohonan kepada Kin San untuk ikut membantu pembangunan masji
Agung Demak. Jin Bun menerima hal itu meskipun mereka bukan orang Islam.
Akhirnya masjid Agung Demak dikerjakan oleh para tukang kayu Tionghoa dari
galangan kapal Semarang. Mereka sangat ahli dalam mengerjakan kayu. Masjid
agung Demak hampir seluruhnya terbuat dari kayu. Salah satu diantara tiangnya
terbut dari tatal kayu yang dibentuk secara rapi menurut konstruksi tiang
kapal, saka guru itu disebut saka tatal. Menurut
babad tanah jawi dan serat kanda yang membuat saka tatal
adalah Sunan Kalijaga. Atas dasar ini dapat diidentikkan bahwa Gan Sin Cang
adalah Sunan Kalijaga. Selain itu juga Gan Sin Cang adalah anak dari Gang Eng
Ju alias Arya Teja bupati Tuban. Hal itu semakin menguatkan bahwa Gan Sin Chang
identik dengan Sunan Kalijaga.
Dalam
pembangunan Negara Islam Demak, Jin Bun tidak mengikutsertakan masyarakat hindu
Majapahit. Jin Bun hanya mengandalkan orang-orang Tionghoa untuk ikut serta
dalam pembangunan Negara Islam Demak. Ia tidak menyadari bahwasanya kaum petani
bekas rakyat Majapahit juga merupakan kekuatan yang besar untuk pembangunan
Negara Islam Demak. Jin Bun yang tidak lagi memiliki penasehat seperti Bong
Swing Hoo atau Sunan Ampel berfikir dengan cara sempit saja. Ia tidak lagi menghiraukan
rakyat pedalaman yang merupakan bekas rakyat Majapahit. Akibatnya rakyat
menjadi benci terhadap Jin Bun. Rakyat di pedalaman hidup tanpa adanya pegangan
dari pusat. Namun meskipun begitu mereka tetap melakukan upacara-upacara
keagamaan yang lama namun mereka meminimalisirnya, sebab kehidupan mereka sudah
tidak seperti dulu lagi, perekonomian rakyat sudah menurun.
Islam
yang merupakan agama baru, mulai memasuki masyarakat di daerah pedalaman.
Akibatnya segala kegiatan kehinduan mulai menipis, misalnya saja orang tidak
percaya lagi bahwa raja adalah keturunan dewa. Perubahan yang sangat penting
akibat dari masuknya Islam adalah terhapuskannya system kasta yang sebelumnya
mengikat masyarakat Jawa Hindu. Namun akibat tidak adanya haluan dari Jin Bun
atau pemerintah pusat terjadilah pertautan antara Hindu dan Islam sehingga
muncul Islam kejawen. Akibat dari kurang harmonisnya hubungan antara pemerintah
pusat dan rakyat pedalaman, membuat keduanya sama-sama merugi. Pemerintah tidak
mendapat bantuan dari rakyat pedalaman yang seharusnya mampu lebih meningkatkan
kejayaan Negara Islam Demak, dan rakyat juga perekonomiannya menjadi bobrok
karena tidak mendapatkan perhatian sedikitpun dari pemerintah, kehidupan saat
itu hanya dipegang oleh para kaum Tionghoa.
Sementara
itu disisi lain orang-orang Eropa yang akibat perang salib mereka membeli
rempah-rempah snagt mahal, mereka berinisiatif untuk mencari pusat
rempah-rempah itu sendiri. Selain itu juga orang-orang eropa melakukan
pelayaran karena 3 hal yaitu mencari dunia baru atau kejayaan, mencari kekayaan
dan menyebarkan agama Kristen yang pada waktu itu masih hangat dikalangan
eropa. Pada tahun 1448, pelayaran ke Tanjung Harapan di Ujung Afrika dirintis
oleh Pangeran Hendrik, dengan jalan tersebut memberikan peluang untuk menyisir
Negara-negara disebelah timur melalui pantai Timur Afrika. Pada tahun 1497
Vasco Da gama berlabuh di india, ia bermaksud menemui raja India Zamorin untuk
melakukan hubungan dagang, namun hal itu ditolak karena India telah melakukan
hubungan dengan pedagang Arab. Karena ia tidak berhasil maka ia meneruskan
perjalannya ke Kochin. Disana ia memperoleh kesepakatan dengan raja Kochin.
Oleh karena hal tersebut, Portugis diizinkan mendirikan benteng dan memonopoli
perdagangan disana.
Berdasarkan
informasi yang diterima akhirnya Portugis mengetahui bahwa pelabuhan Malakalah
yang menjadi pusat dagang rempah-rempah. Pada saat itu Portugis dibawah
pimpinan d’Albuquerque. Untuk memata-matai pelabuhan Malaka, d’Albuquerque
mengirim Don Lion Lopez da Squera ke Malaka. disana para pengikut da Squeira
ditawan oleh raja karena mencurigakan. Atas alasan itu kemudian Portugis datang
ke Malaka untuk menyerang Malaka. Malaka sepeninggal Tun Perak menjadi lebih
Suram. Para pedagang asing yang mulai berfikir bahwa Malaka yang hanya
melakukan “dagang timpuh” mendapatkan keuntungan yang sangat besar, bahkan
lebih besar dari pedagang-pedagang asing tersebut. Akhirnya banyak pedagang yang mencari
pelabuhan lain untuk berdagang. Malaka yang sering diwarnai dengan permusuhan
antar golongan akibat dari perebutan kekuasaan menjadi remuk dari dalam.
Pemerintahnnya menjadi melemah. Oleh karena sebab-sebab itulah Negara Islam Malaka
menjadi merosot.
Orang-orang
Portugis yang telah ada di Malaka menyiapkan siasat untuk melakukan perebutan
terhadap pelabuhan Malaka. d’Albuquerque yang merupakan seorang ahli siasat
merencanakan penyerangan pertama denagn cukup matang. Pada tanggal 25 juli 1511
serangan pertama Portugis dilancarkan secara mendadak dan jembatan sungai Malaka
berhasil direbut. Tentara Portugis mundur kelaut selama dua minggu sambil
mematangkan siasat untuk melancarkan
serangan kedua. Kemudian serangan kedua kembali dilancarkan dan berhasil
mencapai targetnya yaitu Bandar Malaka. Portugis yang mempunyai semangat juang
tinggi dan memiliki perlengkapan senjata yang lebih sempurna, dan tentara yang
telatih, membuat Portugis dengan mudah menaklukkan Malaka dan menguasainya.
Sultan Mahmud Syah dengan pengikutnya melarikan diri dari ibu kota. Sultan
Mahmud Syah melakukan serangan balasan namun serangan tersebut mengalami
kegagalan. Akhirnya ia melarikan diri ke Pahang dan menyingkir ke Kampar.
Setelah ia merasa bahwa Malaka sudah tidak dapat dipertahnkan lagi. Akhirnya Portugislah
yang berkuasa penuh disana.
Demi
keamanan Malaka dan peningkatan dagang disana, orang-orang Portugis melakukan
perjanjian dengan Siam dan Birma. Perjanjian tersebut mengenai lalu lintas
kapal Portugis untuk berlayar ke Lisabon. Perjanjian tersebut berisi bahwa
semua kapal yang mempunyai surat dari panglima Portugis di benteng Malaka
supaya diizinkan berlayar bebas tanpa gangguan. Secara tidak langsung hal
tersebut memberikan anjuran agar menyerang kapal-kapal lain terutama milik
pedagang Arab, Persia dan Gujarat yang memang dari awal sudah menjadi musuh
dari Portugis karena mereka memeluk agama Islam. Akhirnya pelabuhan lisabon
menjadi pusat penjualan rempah-rempah di Eropa, dan Portugis memperoleh
keuntungan yang sangat besar.
Setelah
mampu menguasai Melaka, Portugis tetap ingin mengetahui dan menguasai tempat
asli rempah-rempah tersebut. Berkat bantuan dari saudagar India yang telah
biasa mengambil remapah-rempah ke Maluku, pada akhir tahun 1511 M Portugis
dapat mengetahui jalan menuju kesana dan merintis jalur tersebut. Tujuan utama Portugis
memanglah hal tersebut. Semenjak itu kapal-kapal Portugis mengangkut langsung
rempah-rempah dari Maluku. Akibat hal tersebut pedagang-pedagang Tionghoa dan Jawa
yang berasal dari kota pelabuhan sepanjang Jawa tidak bisa lagi memonopoli
perdagangan rempah tersebut. Perdagangan rempah orang Portugis berjalan dengan
lancar, karena mereka merupakan pedagang-pedagang yang paling kuat ekonomi,
pemborongan dan ketentaraannya. Pada tahun 1527 M kapal-kapal dagang milik
Spanyol datang ke Maluku untuk memborong rempah. Hal itu membuat Portugis dan Spanyol
saling berebut kekuasaan. Namun akhirnya Spanyol berhasil diusir dan Portugis
tetap berkuasa disana.
Akibat
dari penguasaan Portugis terhadap perdagangan rempah, orang Tionghoa di Demak
merasa dirugikan. Oleh sebab itu Portugis menjadi musuh utama Demak. Adipati
unus atau Yat Sun yang telah lama bersiap-siap menyerang Malaka. akhirnya
menyerang Malaka dan Portugis pada tahun 1512 M. Yat Sun belajar startegi
perang dari Kin San. Pada saat penyerangan, Yat Sun berharap ada masyarakat Jawa
yang ada di Malaka membantunya, namun hal itu tidak terjadi. Orang-orang Portugis
yang telah menunggu dan siap di bentengnya, menghujani armada Yat Sun dengan
peluru, akibatnya serangan tersebut mengalami kegagalan. Serangan pertama yang
gagal tidak menyulutkan niat Yat Sun untuk kembali meyerang Portugis. Dengan
bantuan Gang Si Cang, Yat sun melipat gandakan produksi galangan kaplnya,
berharap akan mendapat keberhasilan pada penyerangan keduanya. Kapal-kapal yang
di buat antara lain adalah kapal model Ta Chih (buatan Aceh), tiruan kapal
Sunan Kudus yang singgah di Aceh, dan juga kapal-kapal besar model tiongkok
yang dapat memuat 400 orang prajurit. Akhirnya pada tahun 1521 M serangan
kembali dilancarkan dibawah pimpinan Yat Sun, namun naas penyerangan tersebut
tetap gagal. Begitupun juga serangan yang ketiga yang dipimpin oleh Muk Ming
putra sultan Trenggana atau Tu kang Lo pada tahun 1546 M juga mengalami
kegagalan karena persenjataan Portugis tetap lebih unggul dibandingkan dengan
tentara Demak.
Untuk
memperbesar kekuasaannya pada tahun 1522 M orang-orang Portugis sudah
mengadakan perjanjian dagang dengan raja sunda yaitu tepatnya pada tanggal 21
Agustus 1522 M. Dalam persetujuan itu diantaranya berisi bahwa orang-orang Portugis
boleh mendirikan benteng di sunda kelapa. Orang-orang Malaka yang melihat hal
itu sebagai luka kecil yang nantinya dapat menjadi besar jika dibiarkan. Akibat
meluasnya kekuasaan Portugis di Jawa akan membahayakan monopoli perdagang Demak
dan pemerintahan Demak itu sendiri. Akibatnya pada tahun 1526 Sultan Demak yang
pada saat itu adalah sultan Trenggono mengirim pasukan untuk menyerang Sunda Kalapa
dibawah pimpinan Faletehan atau Fatahillah yang banyak menyebutnya adalah sunan
Gunung Jati dan Demak berhasil menguasai Sunda Kelapa. Setelah itu pada tanggal
23 oktober 1526 armada Portugis yang bertolak dari Malaka menuju bintan untuk
menyerang Sultan Mahmud Syah, berhasil, kemudian mereka melanjutkan
perjalanannya ke sunda kelapa. Salah satu kapal dari pasukannya terbawa angin
dan terdampar didekat sunda kelapa, anak kapal itu habis dibunuh oleh kaum
muslimin yang sebelumnya telah menguasai pelabuhan itu. Waktu Fransisco de sa
selaku pimpinan Portugis menuju Sunda Kelapa behasil dipukul mundur oleh
Faletehan atu Fatahillah dengan menderita kerugian dan akhirnya mereka kembali
ke Malaka.
F.
Runtuhnya
Kesultanan Demak
Keruntuhan
Demak disebabkan oleh beberapa factor. Diantaranya adalah sikap sultan Demak
Jin Bun yang tidak memperhatikan masyarakat pedalaman. Jin Bun terlalu
memperhatikan orang Tionghoa dalam pengembangannya membangun Negara Islam Demak.
Ia hanya memperhatikan dan menfokuskan perhatiannya pada pembuatan pelabuhan
yang nantinya dijadikan jalur perdagangan yang dapat besar. Masyarakat
pedalaman yang kurang diperhatikan menjadi tidak simpati lagi terhadap Jin Bun,
akibatnya Demak yang seharusnya mendapat bantuan pertahanan maupun ekonomi dari
rakyat pedalaman, menjadi tidak mendapat apa-apa bahkan rakyat pedalaman banyak
yang masih setia pada kerajaan Majapahit meskipun Majapahit telah runtuh.
Begitupun dalam soal agama, banyak pembesar hindu Majapahit yang telah masuk Islam
aliran Syi’ah tidak mau tunduk pada Demak, bahkan mereka mendirikan
Negara-negara kecil sendiri yang mengincar kesultanan Demak. Misalnya saja Ki
Ageng Pengging yang tidak mau tunduk kepada Demak. Ia adalah anak dari putri
Retna Ayu atau cucu dari Wikramawardhana. Akibat dari hal itu kekuatan politik
di Demak menjadi pecah belah.
Namun
factor yang menjadi sebab paling besar atas runtuhnya kesultanan Demak adalah
sengketa antar keluarga yang terjadi. Sengketa tersebut berawal setelah
meninggalnya Yat Sun atau Pati Unus yang merupakan putra sulung Jin Bun. Karena
pati unus tidak mempunyai putra, maka kekuasaan diperebutkan oleh keluarga.
Pangeran seda lepen yang lebih tua dari Tung Ka Lo atau pangeran Trenggana
tidak berhak mendapat kekuasaan karena ia lahir dari istri ketiga Jin Bun,
sedangkan Pangeran Trenggana lahir dari istri pertamanya. Jadi kursi kekuasaan
setelah Pati Unus dipegang oleh pangeran Trenggana. Pada tahun 1546 dilakukan
penyerangan terhadap Portugis di Maluku, sultan Trenggana yang ikut dalam
penyerangan itu mendadak wafat. Pangeran Trenggana meninggalkan dua orang putra
dan empat orang putri yaitu pertama adalah Kawiri yang kawin dengan Pangeran
Langgar, kedua Sunan Prawata atau Muk Ming, ketiga putrid Kalinyamat, keempat
perempuan yang kawin dengan pangeran Cirebon, dan yang terakhir adalah Toh A
Bo. Sebagai anak laki-laki yang paling tua maka Muk Ming alias Sunan Prawoto
lah yang menduduki tahta kerajaan Majapahit.
Sunan
prawoto yang membunuh pamannya sendiri yaitu pangeran Seda Lepen membuat dendam
terhadap anaknya yaitu Arya Penangsang. Pada saat kondisi sedang kosong akibat
penyerangan ke Indonesia timur, Arya Penangsang melakukan penyerangan terhadap Demak.
Seluruh kota dibakar dan hany disisakan masjid Agung Demak. Tentara Demak yang
terdesak mundur sampai Semarang menyingkir ke galangan kapal, namun tetap saja
dikejar dan semuanya dibumi hanguskan. Dalam penyerangan tersebut Sunan Prawoto
meninggal bersama ribuan orang lainnya. Akhirnya Arya Penangsang pun naik tahta
kesultann Demak. Selain membunuh Sunan Prawoto ia juga membunuh ipar sunan
Prawoto yaitu pangeran Kalinyamat. Hal itu membuat Nyi kalinyamat mengadakan
sayembara bahwa siapa saja yang dapat membunuh Arya Penangsang akan mendapat semua
harta miliknya bahkan juga dirinya, Jaka Tingkir yang mendengar hal itu,
sebagai iparnya sanggup melakukan hal tersebut.
Jaka
Tingkir adalah anak dari Ki Ageng Pengging yang merupakan buapti pengging yang
menolak untuk mengabdi pada Demak. Ki Ageng Pengging yang tidak patuh pada Demak,
akhirnya dibunuh oleh sunan kudus. Jaka
tingkir diberi nama mas karebet, ia dipungut oleh Nyi Janda Tingkir bekas istri
Ki Ageng Tingkir yang merupakan sepupu dari Ki Ageng Pengging. Karena ia
dibesarkan didesa Tingkir jadi ia dikenal dengan nam Jak Tingkir. Setelah
dewasa ia mengabdi pada sultan Demak, ia berhasil menjadi lurah prajurit
tamtama yang karena ketampanannya. Menurut uraian Babad Tanah Jawi sengketa antara Jaka Tingkir dengan Arya
penangsang terjadi sebelum Jaka Tingkir menjadi sultan di Pajang. Ia memang
telah meguasai daerah pengging dan tingkir sebagai ahli waris dari Ki Ageng
Pengging dan Ki Ageng Tingkir. Karena janjinya terhadap Nyi Kalinyamat maka
pada tahun 1546 Jaka Tingkir bersama tentara Pengging menyerang Arya Penangsang
di Jipang. Pertahanan Jipang yang bobol mengakibatkan Arya Penangsang meninggal
dunia.
Sejak
saat itulah dinasti Jin Bun Demak Hancur. Demak hanya bertahan selama 68 tahun.
Setelah Jaka Tingkir menguasai Demak, ia memindahkan kekuasaannya ke Pajang.
Jaka Tingkir yang menjadi sultan mendapat Julukan Sultan Adiwijaya. Sehingga
sejak saat itu berakhirlah kesultanan Demak bintara.
G.
Kesultanan
Pajang-Mataram
Pada
tahun 1546 kesultanan Demak telah berakhir, Arya Penangsang yang membunuh Sutam
Prawoto tidak berhasil menduduki tahta Demak karena adanya Jaka Tingkir. Arya
Penangsang dibunuh oleh Jaka Tingkir di Jipang. Semenjak itu kesultanan Demak
hancur dan muncullah kesultanan Pajang dibawah pimpinan Jaka Tingkir atau
Adiwijaya. Dalam babad tanah jawi terdapat
berita bahwa Adiwijaya mendapat bantuan dari Ki Ageng Pamanahan, Ki Ageng
Panjawi, Sutawijaya atau Ngabei Loring Pasar, serta Ki juru Martani. Mereka di
beri hadiah berupa tanah. Ki Ageng Panjawi menerima tanah di Pati. Sedangkan
tiga lainnya menerima tanah di Mataram. Ki Ageng Pamanahan menjadi petinggi di Mataram,
sedangkan anaknya menjadi bawahannya. Ki Ageng Pamanahan masih tetap mengakui
kesultann pajang sebagi atasannya.
Setelah
Ki Ageng Pamanahan wafat, Sutawijaya ditunjuk sebagai petinggi di Mataram oleh
Adiwijaya. Adiwijaya memerintahkan Sutawijaya untuk menghadap ke Pajang setiap
tahun. Sutawijaya sebenarnya segan untuk menjadi bawahan pajang. Ki Ageng
Pamanahan memperingatkan Sutawjaya agar menghadap ke Pajang, namun nasehat itu
di indahkannya. Bahkan ia mencegat orang-orang yang membawa upeti ke Pajang dan
mereka diajak berpesta pora. Hal itu membuat pembesar Kedu dan Bagelen
membatalkan maksudnya ke Pajang dan mereka lebih memilih mengabdi pada Sutawijaya.
Adiwijaya
yang mendengar hal itu marah dan langsung mengirim utusan ke Mataram untuk
memanggil Sutawijaya dengan pesan supaya Sutawijaya berhenti makan, minum serta
mncukur rambutnya. Namun Sutawjaya menjawabnya “katakana kepada sultan Pajang
bahwa saya masih doyan makan dan minum. Tentang perintah cukur, katakana bahwa
rambut itu tumbuh sendiri. Tentang perintah menghadap saya akan datang
menghadap”. Jawaban tersebut membuat Adiwijaya jengkel. Dalam babad tanah jawi diberitakan bahwa Sutawijaya
mempunyai ilmu yang cukup sakti karena ia selalu bertapa dipantai selatan dan
melakukan perkawinan denagn Nyi roro kidul. Semua apa yang diinginkannya dapt
terwujud.
Ternyata
Sutawijaya telah teguh pendiriannya untuk mendirikan kesultanan baru di Mataram.
Namun tidak ada maksud untuk memberontak kekuasaan Pajang tetapi ia juga segan
menjadi bawahan Pajang. Peristiwa tersebut dianggap sebagai pembangkangan oleh
Adiwijaya. Adiwijaya mengirim putranya Banawa dengan kedok kunjungan. Adiwijaya
menyuruhnya untuk membujuk Sutawijaya untuk menghadap ke Pajang. Jika hal
tersebut diindahkannya maka Mataram harus digempur. Hubungan pajang dan Mataram
tetap tegang namun tidak pernah terjadi perang diantara keduanya.
Pada
tahun 1582 Adiwijaya bermaksud menyerang Mataram, namun niat itu batal Karena diperjalanan
Adiwijaya jatuh sakit. Bala tentara pajang berhenti di prambanan, kemudian
disuruh kembali ke Pajang. Disaat kembali kepajang bala tentara pajang diiringi
oleh bala tentara dari Mataram dibawah pimpinan Sutawijaya sendiri. Setelah itu
sultan Adiwijaya meninggal dan terjadilah perebutan kekuasaan kesultanan
pajang. Pangeran Banawa memang putra sulung dari Adiwijaya, namun ia lahir dari
selir. Dari perkawinannya dengan putra pangeran Trenggana ia mendapatkan
seorang putri yang kemudian menikah dengan adpati Demak. Atas usul dari sunan
Kudus maka adipati Demak itulah yang kemudian naik tahta kesultanan Pajang.
Sedangkan pangeran Banawa dijadikan adipati di Jipang.
Pangeran
Banawa yang merasa diperlakukan tidak adil, kemudian meminta bantuan kepada Sutawijaya
dengan imbalan kesultanan pajang akan diserahkan kepadanya jika memang berhasil
mengalahkan adipati Demak tersebut. Setelah itu dilakukan penyerangan dan
adipati Demak itu berhasil dikalahkan. Sutawijaya tidak mau tinggal di Pajang
karena ia telah mempunyai kesultanan Mataram. Akhirnya pada tahun 1586 ia
diangkat menjadi Sultan Mataram dengan julukan Senapati Ing Alaga Saidin Panatagama, sedangkan Pajang dibiarkan
begitu saja dan tenggelam. Kemudian Sutawjaya memperluas kekuasaannya
kedaerah-daerah timur utamanya ke Surabaya. Pada tahun 1601 Sutawijaya mangkat,
namun kesultanan Mataram sudah kuat. Akan tetapi mereka tidak dapat menguasai
perdagangan rempah-rempah yang masih dikuasai oleh Portugis.
H.
Perebutan
Dagang Lada dan Selat Malaka
Sekitar
seratus tahun Portugis menguasai perdagangan rempah-rempah, hal itu dikarenakan
belum ada yang tau mengenai jalur pelayaran yang telah dijalani oleh Portugis. Portugis
sangat merahasiakan hal tersebut. Namun pada tahun 1595 rahasia tersebut bocor
kepada Belanda. Orang yang membocorkannya ialah Jan Huygen van Linschoten, ia
merupakan bekas pegawai Portugis. Orang-orang Belanda yang menglami sengketa
dengan spanyol membuat pasokan rempah-rempah terhadap mereka dari Lisabon
tersendat, sebab Lisabon berada dibawah kekuasaan Spanyol. Oleh karena itu pada
tanggal 12 April 1595 armada Belanda dibawah pimpinan Cornelis de Houtman
berlayar dari Tessel, menyisir pantai Perancis, Portugal, dan Afrika Barat
sampai ke Malagasi. Dari Malagasi kapal Belanda menuju Srilangka. Namun karena
mendengar kabar bahwa singgah di pelabuhan timur Sumatra berbahaya maka, de
Houtman berlayar dari Johor menuju ke pulau Jawa. Setelah 15 bulan mereka berlayar,
sampailah mereka di pelabuhan Banten. Setelah dua buah kapal yang berisi lada,
maka mereka meneruskan pelayarannya ke Jayakarta, namun rempah-rempah yang
mereka idamkan tidak ditemukan. Akhirnnya mereka berlayar pulang ke Belanda.
Pada
tanggal 1 mei 1597 diadakan ekspedisi kedua dibawah pimpinan Jacob van Neck.
Ekspedisi terdiri dari 8 buah kapal. Mereka mendarat di Banten, disana mereka
mendapat sambutan yang meriah dari orang-orang Banten, karena pada saat itu Banten
sedang bersengketa dengan Portugis. Semua barang dagangan di Banten di borong
dan diangkut dalam 4 kapal. 4 kapal lainnya berlayar ke timur menuju Maluku.
Disana mereka juga disambut baik, bahkan mereka mengadakan perjanjian dagang
denagn sultan Ternate. Empat kapal tersebut berhasil kembali ke Belanda pada
tanggal 19 juni 1599 denagn membawa rempah-ekspedisi kedua itu sangatlah
berhasil.
Sementara
itu ekspedisi ketiga telah siap, dan pada tanggal 15 maret 1598 dua kapal de
leeuw dan De Leeuwin menuju ke Indonesia dibawah pimpinan Cornelis de Houtman.
Mereka singgah di Aceh pada tanggal 1 juli 1599. Sesampainya disana de Houtman
segera melapor kepda syahbandar dan kemudian di antar kepada sultan Alaudin
Riayat Syah. Mereka diterima dengan baik disana, bahkan mereka diberi sejengkal
tanah untuk dijadikan kantor dan tempat berkemah. Dalam waktu sepekan, de
Houtman telah mendapatkan lada untuk dimuat di kapal. Pada tanggal 30 juli
1599, sultan Alaudin Riayat Syah menandatangani perjanjian pinjam kapal dengan
sewa lada. Peristiwa tersebut tidak menyenangkan pihak dari Portugis, pada
waktu itu terdapat orang Portugis yang menjadi penasehat di Aceh yaitu Affonso
Vicente. Disaat kapal Belanda ingin bertolak ke Belanda, sultan menyuruh untuk
memberikan jamuan terhadap armada Belanda, namun disaat mereka makan, banyak
dari mereka yang muntah-muntah. Oleh sebab itu Belanda menuduh bahwa mereka
telah diracun oleh sultan. Sehingga terjadilah tembak menembak yang membuat de
Houtman meninggal. Setelah diadakan penyelidikan maka yang terbukti bersalah
adalah Affonso Vicente, dan kemudian dia dicopot dari jabatannya.
Pada
ekspedisi kedua telah dijelaskan bahwasanya ekspedisi tersebut mendapat
kegemilangan. Disaat mereka sampai di Belanda mereka disambut dengan meriah
oleh saudagar Belanda. Para saudagar berlomba-lomba mendirikan perserikatan
dagang kecil untuk dapat membeli rempah-rempah itu di Maluku. Namun sayangnya
perserikatan mereka masih kalah bersaing dengan orang Portugis dan Spanyol.
Oleh karena itu sejak tahun 1599 timbul persaingan hebat antara pihak Portugis
dan Belanda. Untuk dapat bersaing dengan orang Portugis, akhirnya pihak Belanda
pad tahun 1602 membentuk Serikat Dagang Belanda di hindia yang disebut
Vereenigde Oost-Indische Compagnie atau VOC. Serikat-serikat dagang kecil telah
bergabung dengan VOC. Selain kapal dari VOC tidak boleh ada kapal Belanda yang
diizinkan berlayar ke Indonesia.
Pada
tahun 1602 tersebut, kapal-kapal Belanda dibawah pimpinan Steven van der Hargen
berusaha untuk mengepung dan menyerang Malaka. namun hal tersebut sia-sia,
karena pertahanan Portugis sangat kokoh. Portugis bagi Belanda merupakan musuh
yang wajib dikalahkan karena Portugis menguasai hampir seluruh pelabuhan besar
di Indonesia antara lain yaitu , Malaka, rempah-rempah di Maluku, serta lada di
Aceh. Segala upaya harus dilakukan demi keuntungan Belanda. Pada tahu 1601 M, 4
buah kapal Inggris utnuk menyampaikan surat dari Rani Elizabeth kepada sultan
Alaudin Riayat Syah. Kapal itu dibawah pimpinan Sir James Lancaster. Disana Ia
melakukan hubungan dagang dengan sultan Aceh. Sultan Aceh memperlakukan ia dan
rombongannya sangat istimewa. Setelah selesai ramah tamah dengan sultan Aceh,
kemudian ia berjanji akan mengusir Portugis dari Aceh, hal tersebut disetujui
oleh perwakilah Belanda. Sejak saat itulah keretakan terjadi antara Aceh dan Portugis.
Disisi
lain Belanda yang gagal pada penyerangan pertama di Malaka, kemudian menyerang
kembali dibawah pimpinan komando Cornelis Matelieff pada tahun 1605. Sebelum
penyerangan itu dilancarkan Cornelis telah membuat perjanjian dengan Sultan Johor
bahwa sultan Johor akan memberikan Malaka kepada Belanda dan memberi izin untuk
mendirikan pertahanan secara leluasa apabila benteng A-Famousa berhasil
direbut. Dari perjanjian itudapat diketahui bahwa sultan Johor ingin mengusir Portugis
dari Malaka karena sultan Johor merasa dirugikan. Namun entah karena sebab apa
perjanjian tersebut dibatalakan oleh Sultan Johor, akibatnya serangan Belanda
gagal untuk yang kedua kalinya. Belanda yang masih tidak menyerah untuk
menguasai perdagangan di Indonesia, Belanda kembali mengadakan perjanjian
dengan sultan Johor. Dalam perjanjian itu Belanda menghendaki sebidang tanah
untuk dijadikan pertahanannya. Sementara itu di pihak Aceh, sudah tercapai
kesepakatan bahwa pihak Belanda dan pihak Aceh akan menyatukan kekuatan untuk
menyerang Portugis. Dengan jalan itu pihak Belanda mendapatkan bantuan dan
fasilitas dari Johor dan tenaga dari Aceh.
Pada
tahun 1608, Pieter Willemsz Verhoeff singgah di Johor dan menagih perjanjian
yang telah dibuat sebelumnya. Namun sultan Johor memberikan syarat kembali,
yaitu pihak Belanda harus membantu Johor untuk menyerang Aceh. Belanda yang
sudah melakukan perjanjian dengan sultan Aceh, maka Belanda menolak hal tersebut.
Sehingga retaklah hubungan Belanda dengan Johor. Portugis mendapatkan
kesempatan untuk mendekati sultan Johor, akhirnya dengan ditandatanganinya
perjanjiasn antar Portugis dan sultan Johor pada bulan oktober 1601 Malaka dan Johor
bersatu untuk menyerang Belanda dan Aceh.
Aceh
yang dirasa perlu untuk lebih meningkatkan hasil ladanya karena telah banyaknya
pedagang asing yang melakukan hubungan dagang dengannya, termasuk Belanda dan
Inggris. Meningkatkan hasil ladanya dengan memperhebat penanaman ladanya.
Dibuka kebun-kebun baru untuk ditanami lada. Para petani mendapatkan uang muka
untuk penanaman ladanya. Akibat hal tersebut kesultanan Aceh menjadi sangat
makmur. Aceh menjadi Negara maritim yang kuat dan mengimbangi Malaka.
Setelah
sultan Alaudin Riayat Syah mangkat, ia digantikan oleh anaknya yaitu Ali Rakyat
Syah. Pada awal pemerintahannya, ia diserang oleh Portugis. Ali Rakyat Syah
dibantu oleh Perkasa Alam putra angkat ayahnya yang pada saat itu mendekam di
penjara akibat perebutan kekuasaan. Setelah dilepaskan ia langsung mengepung
gudang-gudang Portugis di kotaraja. Akhirnya Portugis pun dapat diusir dari Aceh.
Setelah sultan Ali Rakyat Syah mangkat, ia digantikan oleh Perkasa Alam. Ia
ditabalkan pada tahun 1607 dengan julukan Sultan
Iskandar Muda Perkasa Alam. Sultan
iskandar muda berhasil merebut Negara-negara di pantai timur Sumatra yang
sebelumnya di kuasai oleh malaka. penguasaan tersebut sebagai balasan terhadap
Johor yang secara terang-terangan memusuhi Aceh dan mengadakan perjanjian
dengan Portugis. Secara total sejak tahun 1612, semua Bandar di pantai Timur
Sumatra tertutup untuk Portugis. Orang-orang
Portugis yang kehilangan pasar lada di pantai timur Sumatra, beralih ke Patani.
Timbulnya Patani yang dikuasai Portugis membuat Aceh merugi, kemudian dilakukan
penyerangan terhadap Johor, sultan Alaudin beserta keluarganya dibawa ke Aceh.
Namun sultan Alaudin diangkat kembali oleh Perkasa Alam menjadi sultan di Johor
dengan harapan sikapnya dapat berubah. Namun sikapnya masih belum berubah, ia
tetap saja melakukan hubungan dengan orang-orang Portugis. Akhirnya Johorpun
kembali diserang dan Alaudin melarikan diri ke Bintan. Semua pelabuhan yang
menjual lada berhasil ditaklukkan oleh Aceh, akibatnya Aceh menjadi sepenuhnya
memgang perdagangan lada.
Bandar
Aceh kemudian ditingkatkan menjadi Bandar internasional. Semua produksi lada
hanya dijual di Aceh. Dengan hal itu Aceh memperoleh keuntungan yang sangat
banyak. Pembangunan armadapun dilakukan dengan jalan penambahan kapal perang.
Malaka masih tetap dalam kekuasaan Portugis, para pembesar taklukan Aceh masih
tetap bersikap baik terhadap Portugis. Akibatnya pada tahun 1627 sultan
Iskandar Muda mengerahkan arMadanya beserta 20.000 tentara ke Malaka. namun
usah itu gagal Karena Portugis dengan bantuan pembesar dari daerah taklukan Aceh
bergabung dan menjadi lebih kuat dan Aceh bisa dipukul mundur. Disini terbukti
bahwa benteng A-Famosa sangatlah strategis tidak gampang di taklukan oleh
musuh. Setelah sultan Iskandar muda mangkat, ia digantikan oleh putra angkatnya
yaitu Sultan iskandar Thani.
Sementara
itu Belanda yang kalah saing dengan Portugis, berusaha mendirikan benteng di
tanah yang diberikan oleh pangeran Jayakarta di daerah muara sungai Ciliwung.
Orang-orang Jayakarta tidak setuju akan hal itu. Namun tetap saja Jan Pieter
Zoon Coen selaku pimpinan VOC saat itu mendirikan benteng ditengah kepungan
orang jayakarta. Namun hal itu terbukti berhasil sebab, pada bulan mei 1619 Coen
dapat merebut Jayakarta dan mengganti namanya menjadi Batavia.setelah berhasil
menguasai Batavia belanda terus membuat pelabuhan dan melebarkan kekuasaannya
untuk mengimbangi malaka yang dipegang
oleh Portugis. Pada tahun 1624 tentara Aceh bermaksud menyerang Jambi. Awalnya
belanda ingin membantu Jambi, namun mereka berfikir ulang jika membantu Jambi
maka hubungannya dengan Aceh akan rusak. Belanda melakukan hubungan dengan Aceh
hanya semat-mata ingin memperoleh lada dan untuk mendapatkan bantuan untuk
menyerang malaka yang di kuasai oleh Portugis.
Telah
disinggung sebelumnya bahwa sejak awal pembentukan kesultanan Mataram. Mataram
yang dibawah pimpinan Panembahan Senapati terlalu sibuk untuk penyatuan daerah Jawa
timur dan Jawa tengah, sehingga ia tidak memikirkan bahaya yang telah
berkembang diluar sana. Setelah ia mangkat ia digantikan oleh Panembahan Seda
Krapyak. Pada masa pemerintahnnya ia berhasil meredam pemberontakan yang dilakukan
oleh saudaranya sendiri yaitu pangeran Puger di Demak dan pangeran Jayanegara
di Pranaga. Setelah ia mangkat ia digantikan oleh putranya yaitu Raden Rangsang
yang lebih dikenal dengan sebutan Sultan Agung. Pada masa pemerintahnnya Mataram
mencapai kejayaannya. Namun ia tidak berhasil menyerang belanda di Batavia
sampai dua kali percobaan, setelah itu ia tidak mencobanya lagi.
Sementara
itu Aceh yang belum menyerah untuk menguasai Malaka selalu melakukan
penyerangan kecil-kecilan, bukan langsung kepada Malaka tetapi kepada daerah-daerah
disekitarnya sehingga membuat kekuasaan Malaka menjadi sempit. Sejak Bandar
Lisabon dikuasai oleh Spanyol, semangat orang-orang Portugis menjadi menurun
karena mereka harus menuruti semua apa yang dikehendaki oleh Spanyol. Para
pedagang banyak yang sudah berputus asa. Selain itu juga banyak dari para
pembesar Portugis yang sering menghambur-hamburkan uang hasil dagangannya
sedangkan pembiayaan untuk armada sangatlah besar. Akibat hal itu hubungan
antar pemerintah pusat dan para pelayar menjadi renggang, para armada hanya
menjadi perompak di lautan. Disisi lain belanda yang semakin kokoh dengan
bentengnya di Batavia menyerang Portugis secara besar-besaran di Malaka, dan
akhirnya pada tanggal 16 januari gubernur Portugis menyerah. Akhirnya
orang-orang belandalah yang menguasai semua perdagangan di Indonesia.
I.
Sumber
Berita
Ada
tiga sumber berita yang menjadi sumber utama dalam buku ini yaitu Babad Tanah Jawi, Serat Kanda dan Klenteng
Sam Po Kong. Namun dalam uraian ini hanya akan saya sampaikan sebagi
perbandingan dengan isi buku yang ditulis oleh Prof Slamet Mulyana ini dalam
hal keruntuhan Majapahit dan munculnya kerajaan Demak. Dalam Babad Tanah Jawi dan serat kanda hamper
sama jalan cerita yang dipaparkan mengenai keruntuhan kerajaan Majapahit.
Disitu diberitakan bahwa Raden Alit
yang mengaku dirinya sebai raja Brawijaya yang ke VII mempunyai istri putri
Campa. Dalam perkawinannya ia tidak mempunyai anak. Akhirnya ia memutuskan
untuk menikah kembali dengan putri cina. Namun karena putri campa yang cemburu
akhirnya putri cina yang sedang hamil tersebut diberikan kepada Arya Damar yang
dalam hal ini merupakan anak Brawijaya hasil pernikahannya dengan raksasa. Anak
dari putri cina tersebut adalah Raden Fatah. Setelah diberikan kepada Arya
Damar ia dikaruniai anak kembali yang diberi nama Raden Kusen. Mereka berguru
kepada sunan Ampel. Disana mereka mendapat wejangan untuk menghancurkan kerajaan
Majapahit. Raden Kusen yang masuk ke istana menjadi mata-mata. Akhirnya pada
tahun 1478 M Raden Fatah menyerang Majapahit dengan dibantu oleh para wali
songo dan Majapahitpun Hancur. Setelah itu Raden Fatah mendirikan kesultanan Demak
sebagai awal dari Islamisasi di Jawa.
Sedangkan
menurut Klenteng Sam Po Kong yang termuat dalam prembule Prasaran diberitakan bahwa Swan Liong membesarkan dua
orang peranakan Tionghoa yakni Jin Bun dan Kin San. Jin Bun adalah anak dari
raja Majapahit Kung Ta Bu Mi. mereka berguru kepada Bong Swing Hoo di Ngampel.
Jin Bun mendapat tugas untuk membentuk masyarakat Islam di Jawa. Kin San
diperintahkan oleh Bong Swing Hoo menjadi tukang mercon di Majapahit. Raja Kung
Ta Bu Mi menyambutnya dengan baik. Setelah itu Jin Bun menyerang kota Semarang
dengan tentara Islam dari Demak. Namun ia membiarkan Klenteng Sam Po Kong dan
orang-orangnya tetap hidup. Disaat Bong Swing Hoo wafat Jin Bun malah
melancarkan serangan ke Majapahit dan raja Kung Ta Bu MI berhasil dibawanya ke Demak.
Jin Bun kemudian mengangkat Pa Bu Ta La menjadi bupati Majapahit. Namun karena
ia mengundang orang dari Mao Lo Sa ia diserang oleh Demak. Karena ia masih
iparnya jadi Jin Bun memberinya kesempatan sekali lagi. Untuk kedua kalinya Pa
Bu Ta La meyalahgunakan wewenangnya yaitu berhubungan dengan orang Moa Lok Sa,
akhirnya Majapahit di bumi hanguskan.
ROM II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kelebihan
dan Kekurangan Buku.
Didalam
setiap buku tentunya pasti ada kelebihan dan kekurangan dalam penulisannya baik
itu dari segi materi ataupun yang lain. Dalam buku ini yaitu buku yang berjudul
Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan
Timbulnya Negara-negara Islam Di Nusantara karangan dari Prof. Dr. Slamet
Mulyana juga terdapat kelebihan dan kekurangan. Menurut pendapat saya kelebihan
dari buku ini adalah dalam segi materi yang disampaikan. Materi yang
disampaikan mengenai runtuhnya kerajaan Majapahit dan munculnya
kerajaan-kerajaan Islam misalnya Demak, Samudera Pasai dan banyak lagi
sangatlah kompleks. Peristiwa sejarah yang diungkapkan dalam buku ini sangat
mendalam sampai ke segi aspek yang kecil. Selain itu juga penggunaan sumber
yang berbeda dengan buku lain, yaitu penggunaan sumber yang tidak “regular”
misalnya sumber berita dari klenteng Sam Po Kong Semarang membuat buku ini
sangat berbeda dalam segi penyampaian sejarahnya. Sejarah yang yang
disampaikannya bisa diktakan versi sejarah “tak resmi”. Sehingga membuat
pengetahuan menjadi lebih luas dan tidak hanya terpaku dalam sejarah yang
regular saja.
Sedangkan
kekurangan dalam buku ini yaitu terletak pada penyusunan paragraph dan
kata-katanya masih kocar-kacir. Sehingga sulit untuk dapat dimengerti dengan
mudah. Juga alur yang diceritakan dalam satu Bab pembahasan tidak runtun atau
sistematis. Banyak bab yang judulnya menyajikan tentang hal ini namun di
dalamnya atau sub babnya menyajikan hal yang berbeda. Meskipun ada sedikit
kaitannya antara bab dan sub bab yang agak melenceng namun hal itu membuat
pembaca menjadi bingung dan tidak focus dalam satu pembahasan. Misalnya saja
dalam Bab 7 yang berjudul Pembentukan
Negara Islam Demak. Dalam bab tersebut didalamnya terdapat sub bab yang
agak melenceng dari judulnya antara lain pelayaran orang-orang Portugis. Memang
dalam sub bab pelayaran orang-orang Portugis masih ada sedikit kaitan dengan
Babnya, namun hal itu membuat pembaca bingung dan tidak focus pada pembahasan
pendirian Negara Islam Demak. Selain itu juga terdapat kekurangan lain mengenai
isi dari sub babnya. Ada salah satu sub bab yang saya baca, isi dari sub bab
tersebut menurut saya tidak nyambung dengan judul sub babnya. Sub bab tersebut
yaitu dalam Bab 8 mengenai keruntuhan kesultanan Demak. Disitu terdapat sub bab
yang berjudul wali Sembilan, namun isinya hanya menceritakan kebiasaan
orang-orang hindu pada saat itu, wali Sembilan hanya disinggung sebagian,
itupun bukan cara mereka berdakwah atau kehidupan mereka. Disitu hanya
menjelaskan perbandingan kebiasaan dalam agama hindu dengan ajaran yang
dilakukan oleh beberapa wali.
B. Perbandingan
dengan Buku Lain
Jika
dibandingkan dengan buku lain yang membahas mengenai sejarah kerajaan Majapahit
dan terbentuknya kerajaan Islam di nusantara tentulah buku ini masih lebih
bagus dari segi isi pembahasannya. Hal itu dikarenakan kebanyakan buku sejarah
yang membahas tentang Majapahit dan kerajaan Islam hanya menggunakan sumber
umum atau sumber yang memang biasa digunakan untuk peristiwa sejarah. Sumber
yang paling banyak digunakan dalam penulisan buku sejarah adalah negarakertagama dan pararaton. Namun
dalam buku ini terdapat sumber yang memang sedikit dan jauh berbeda dengan
suber-sumber yang digunakan pada buku lain. Sumber-sumber yang digunakan pada
buku ini yaitu Babad Tanah Jawi, Serat
Kanda dan yang paling membuat berbeda dalam buku ini adalah sumber dari
Klenteng Sam Po Kong di Semarang. Oleh karena hal itu, sejarah yang disuguhkan
sangatlah berbeda dan menarik. Membuat pengetahuan menjadi lebih luas.
Mulyana, Prof. Dr. Slamet. 2007. Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam Nusantara. Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar