Sarung hanyalah sebuah kain yang dijahit di bagian kedua ujungnya sehingga bentuknya menyerupai tabung. Tak ada yg istimewa dari bentuknya, namun jangan salah, di Nusantara sarung istimewa dalam identitas dan sejarahnya.
Sejak masuknya Islam ke Nusantara, pembangunan budaya Islam begitu masif terjadi, sehingga muncullah kelas sosial baru yg kita sebut dengan golongan Santri. Golongan yg menurut Gertz adl golongan yg identik dg ketaatannya dalam menjalankan syariat Islam. Kaum inilah yg menjadikan sarung sebagai identitas kolektif mereka.
Pada abad-19, kuatnya pengaruh dan kedudukan kaum santri di tatanan sosial masyarakat Nusantara berimbas pada "ketakutan" kolonial kepada kaum ini. Sehingga sarung dijadikan sebuah steriotip negatif, dimana menurut meraka sarung adalah simbol keterbelakangan, dan kaum sarungan adalah kaum yg terbelakang.
Steriotip ini melekat cukup lama, hingga akhirnya pada abad awal abad ke 20 steriotip itu dijungkir balikan oleh sebuah foto fenomenal dari sang "kesatria piningit" H.O.S. Tjokroaminoto. Dalam potret itu Tjokroaminoto mengenakan sarung dan peci dg tatapan tajam yg menandakan perlawanan. Potret ini tak membuat pamor Tjokroaminoto turun, ttp sbaliknya pamor sarung lah yang naik. Sejak saat itu sarung trus menjadi sebuah identitas kolektif dan simbol perjuangan kaum santri dalam membangun bangsa ini.
Jadi tidak berlebihan jika sekarang dikatakan bahwa sarung adalah salah satu identitas nasional. Mengingat memang sarung telah menjadi saksi bisu sejarah bangsa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar