Selamat datang di blog saya. Mudah-mudahan tulisan saya dapat bermanfaat bagi anda. Jangan lupa untuk selalu mencantumkan sumber dari blog ini ^_^, sebagai bentuk penghargaan terhadap penulis. silahkan tinggalkan komentar jika ada sesuatu yang ingin disampaikan. Mator Sakalangkong.
Kamis, 14 Mei 2020
Rabu, 06 Mei 2020
ORANG-ORANG KUNLUN
"Nenek moyangku seorang pelaut", begitulah judul lagu anak-anak yg kerap kali dinyanyikan pas masa TK dulu. nampaknya Ibu Soed tau betul masa lalu bangsa ini. Bagaimana tidak, fakta-fakta memang menunjukkam bahwa bangsa ini sudah mengarung samudera jauh sebelum zaman kerajaan maritim berjaya.
Tercatat pertama kali dalam sebuah kutipan berita cina pada awal abad ke-3 bahwa orang-orang kunlun, begitu sebutan utk penduduk maritim Nusantara, telah ikut serta dalam pelayaran Faxian.
Pada abad ke-7, dalam prasasti Telaga Batu (Palembang) yg berasal dr kerajaan Sriwijaya terdapat istilah "pawahang", yg brrti kapten kapal dagang. Kemudian pd tahun 827M istilah yg sama ditemukan dlm prasasti Dang Puwahang Gelis. Dua abad kemudian "puwahang" muncul lagi dlm prasasti Kamaglayan yg berasal dr masa pemerintahan Airlangga. Hal itu menunjukkan bahwa dr masa ke masa pelayaran samudra ttp menjadi pilihan hidup bangsa ini.
Terlebih lagi banyak sumber-sumber luar sejak abad 5 yg mencatat ttg hubungan dagang dg orang-orang yg berasal dr Jawa dan Sumatera. Sebut saja bbrapa sumber cina yg menyebut pulau "Ye-po" yg brti "yawadwipa" atau Jawa. Juga catatan dr sumber arab yg menyebut "Javaga" yg brrti sumatera. Hal ini semakin memperkuat bukti bahwa bangsa ini adl bangsa pelaut.
Sedang Gambar adl relief candi Borobudur ttg perahu bercadik yg digunakan pada masa Medang dan Sriwijaya yg menjadi saksi bisu kejayaan pelayaran masa lalu orang-orang Kunlun.
SARUNG DAN SEJARAH
Sarung hanyalah sebuah kain yang dijahit di bagian kedua ujungnya sehingga bentuknya menyerupai tabung. Tak ada yg istimewa dari bentuknya, namun jangan salah, di Nusantara sarung istimewa dalam identitas dan sejarahnya.
Sejak masuknya Islam ke Nusantara, pembangunan budaya Islam begitu masif terjadi, sehingga muncullah kelas sosial baru yg kita sebut dengan golongan Santri. Golongan yg menurut Gertz adl golongan yg identik dg ketaatannya dalam menjalankan syariat Islam. Kaum inilah yg menjadikan sarung sebagai identitas kolektif mereka.
Pada abad-19, kuatnya pengaruh dan kedudukan kaum santri di tatanan sosial masyarakat Nusantara berimbas pada "ketakutan" kolonial kepada kaum ini. Sehingga sarung dijadikan sebuah steriotip negatif, dimana menurut meraka sarung adalah simbol keterbelakangan, dan kaum sarungan adalah kaum yg terbelakang.
Steriotip ini melekat cukup lama, hingga akhirnya pada abad awal abad ke 20 steriotip itu dijungkir balikan oleh sebuah foto fenomenal dari sang "kesatria piningit" H.O.S. Tjokroaminoto. Dalam potret itu Tjokroaminoto mengenakan sarung dan peci dg tatapan tajam yg menandakan perlawanan. Potret ini tak membuat pamor Tjokroaminoto turun, ttp sbaliknya pamor sarung lah yang naik. Sejak saat itu sarung trus menjadi sebuah identitas kolektif dan simbol perjuangan kaum santri dalam membangun bangsa ini.
Jadi tidak berlebihan jika sekarang dikatakan bahwa sarung adalah salah satu identitas nasional. Mengingat memang sarung telah menjadi saksi bisu sejarah bangsa ini.
Sejak masuknya Islam ke Nusantara, pembangunan budaya Islam begitu masif terjadi, sehingga muncullah kelas sosial baru yg kita sebut dengan golongan Santri. Golongan yg menurut Gertz adl golongan yg identik dg ketaatannya dalam menjalankan syariat Islam. Kaum inilah yg menjadikan sarung sebagai identitas kolektif mereka.
Pada abad-19, kuatnya pengaruh dan kedudukan kaum santri di tatanan sosial masyarakat Nusantara berimbas pada "ketakutan" kolonial kepada kaum ini. Sehingga sarung dijadikan sebuah steriotip negatif, dimana menurut meraka sarung adalah simbol keterbelakangan, dan kaum sarungan adalah kaum yg terbelakang.
Steriotip ini melekat cukup lama, hingga akhirnya pada abad awal abad ke 20 steriotip itu dijungkir balikan oleh sebuah foto fenomenal dari sang "kesatria piningit" H.O.S. Tjokroaminoto. Dalam potret itu Tjokroaminoto mengenakan sarung dan peci dg tatapan tajam yg menandakan perlawanan. Potret ini tak membuat pamor Tjokroaminoto turun, ttp sbaliknya pamor sarung lah yang naik. Sejak saat itu sarung trus menjadi sebuah identitas kolektif dan simbol perjuangan kaum santri dalam membangun bangsa ini.
Jadi tidak berlebihan jika sekarang dikatakan bahwa sarung adalah salah satu identitas nasional. Mengingat memang sarung telah menjadi saksi bisu sejarah bangsa ini.
JAVA MAJOR
Mungkin banyak dr kita yg bertanya-tanya mengapa Jawa menjadi pulau ''utama'' bagi Indonesia, bahkan bisa dikatakan pusatnya Indonesia. Tentu hal itu bukanlah sebuah kebetulan semata. Ada banyak faktor yg membuat Jawa menjadi begitu istimewa.
Faktor utamanya adalah memang karena Tuhan telah memberikan berkah yg luar biasa bagi Jawa dalam hal kondisi geografisnya. Di Jawa terdapat gunung-gunung api yg tdk saling berbaris menyambung seprti halnya di Sumatera, melainkan terdapat lembah-lembah diantaranya yg memungkinkan terjadi kehidupan dan homogenisasi kebudayaan.
Tanah di Jawa berasal dr lapisan tanah muda yg membuat tanahnya lebih subur, ditambah lagi letusan** gunung api yg makin membuatnya semakin subur.
E. C. J. Mohr dlm penelitian pedologinya membuktikan dg jelas bahwa tanah Jawa kaya akan zat basa yg sangat cocok bagi berbagai macam tanaman.
Tanah di Jawa berasal dr lapisan tanah muda yg membuat tanahnya lebih subur, ditambah lagi letusan** gunung api yg makin membuatnya semakin subur.
E. C. J. Mohr dlm penelitian pedologinya membuktikan dg jelas bahwa tanah Jawa kaya akan zat basa yg sangat cocok bagi berbagai macam tanaman.
Faktor lainnya adalah, Lombard menyatakan bahwa Jawa, khususnya bagian pesisir utara menjadi tempat persilangan budaya yg sangat masif. Membuat Jawa lebih mudah berkembang dibandingkan pulau yang lain dalam hal kebudayaan. Selain itu, kerajaan-kerajaan seperti Majapahit mampu membangun sistem irigasi dan pemerintahan yang sangat baik pada saat itu yang membuat Jawa semakin solid.
Berdasarkan faktor-faktor itu Jawa menjadi tersohor dikalangan para pelaut Eropa dan Cina. Marcopolo menyebut Jawa dg sebutan JAVA MAJOR utk membedakannya dg pulau-pulau lainnya seprti Sumatera dan Kalimantan yg disebutnya dg JAVA MINOR. Marcopolo memberi nama itu atas dasar informasi para pelaut yg pernah singgah di Nusantara. Menarik jika melihat sebutan yg diberikan oleh Marcopolo, dimana hampir semua pulau di Indonesia diberikan nama JAVA, hanya berbeda ekornya saja. Begitu istimewanya Jawa.
Karena hal-hal itu, Jawa menjadi semakin pesat perkembangannya, baik dalam hal jumlah penduduk maupun kemajuan dalam berbagai bidangnya. Meninggalkan para saudaranya seprti Sumatera dan Kalimantan yg sebenarnya lebih luas dr pada dirinya.
Langganan:
Postingan (Atom)